Nusantara

Thursday, February 7, 2013

Nyanyian Langit

 

Ada seseorang yang begitu egois. Yang keegoisannya berhasil menyita hampir seluruh perhatianku yang begitu berharga, bahkan untuk namanya saja. Aku mengenalnya penuh kesan misterius, di sebuah rumah makan yang salah satu ruangannya sengaja di pesan direktur majalah tempatku bekerja. Hari itu memang spesial, karena baru pertama terbit, majalah kami telah menyita perhatian pasar, dalam hitungan hari, puluhan eksemplar telah terjual habis. Bahkan ada beberapa pesanan dan permintaan untuk menjadi pelanggan tetap majalah kami. Membanggakan bukan..?!
Sebenarnya majalah tempatku bekerja bukanlah majalah baru. Buktinya aku sudah setahun bekerja disana. Tahun lalu aku berprovesi sebagai reporter, sekarang aku menjabat sebagai sekertaris redaksi.  Yang baru adalah krunya..para reporter muda yang baru saja bergabung dan memberi warna baru. Baiklah, tak  hanya satu warna yang mereka berikan..tapi luapan ide-ide warna-warni pelangi. Selalu mengalir seiring nama-nama yang mereka sebutkan saat berkenalan denganku. Wajah-wajah cerdas dan lugas, sangat kritis dengan ide-ide logis yang fantastis. Aku merasa ribuan semangat menyengat sel-sel kulitku saat berbincang dengan mereka. Kecuali satu orang !
Namanya saja baru aku dengar malam itu ! saat semua elemen yang berperan di setiap baris kata di majalah kami telah berkumpul dan merayakan kemenangan penerbitan pertama untuk tahun ini. Baiklah, Aku memang tidak menyertai kru-kru baru itu sejak awal pengangkatan mereka, tugasku di luar negri membuatku baru bisa bergabung setelah penerbitan pertama ini selesai. Aku yang mendengar kabar gembira itu langsung menghubungi pimpinan redaksi dan meminta kiriman nama-nama reporter baru tersebut beserta data diri mereka. Aku mengecek nama mereka satu persatu dan mengira-ngira, siapa saja yang telah ku kenal atau mengenalku. Seluruhnya telah mengenalku sejak mereka di angkat seagai reporter tetap di majalah kami. Melalui jejaring facebook, mereka mengenalkan diri dan perbincangan-perbincangan mengalir deras begitu saja. Sehingga, ketika malam hari  itu, saat aku telah bergabung kembali dan akhirnya berkesempatan bertemu secara real dengan mereka, perkenalan kami terasa tak asing. Seperti seorang kakak yang bertemu dengan adiknya sepulang sekolah. Kecuali satu orang!
Dia duduk di sudut, kami memang duduk melingkari meja yang disatukan agar 30 orang bisa duduk bersama disana. Makanan telah terhidang dan tawa-tawa kemenangan terdengar mengimbangi kritikan-kritikan cerdas dari mulut-mulut jurnalis muda itu. Aku mengikuti setiap perbincangan sambil tertawa. Sedikit menyesal, karena tidak  perperan banyak  dalam penerbitan membanggakan itu, kecuali satu kolom tulisanku yang membahas tentang sastra tanah air. Aku hampir saja tak menyadari keberadaannya jika pemimpin redaksi, pak Harry, tak  berbicara.
“Dengarkan..saya ingin memberikan apresiasi tinggi untuk  penulis liputan khusus kita, pasangan Sora dan Donny..!”, ujar pak Harry, pimpinan yang sudah ku anggap sahabat bahkan kakak sendiri.
Tepuk tangan bergemuruh. Celetukan terdengar, “ Ada yang perhatiin ga sih? Sora dan Donny pakai baju dengan warna sama malam ini..!!”
Tawa terdengar barsahutan, Donny, pria berkulit putih yang semakin tampan dengan kaca matanya tergelak. Aku sudah membaca liputan khusus yang dimaksud Harry, tapi kurang memperhatikan penulisnya.
“Tenang saudara-saudara, ini hanya kebetulan..tapi saya ingin sedikit menyampaikan ucapan terima kasih juga untuk Sora..”, Donny  berdiri dan menghadapkan tubuhnya kearah sudut kanan. Aku mengikuti gerak badannya dan melihat wajah asing disana. Wanita berbaju coklat muda dengan jilbab senada.
“Sora, senang bekerja sama dengan anda..”, ujar pemuda berkaca mata itu sambil membungkukkan badan. Tingkahnya yang berlebihan membuat suasana semakin riang. Wanita yang dipanggil Sora tersenyum.
“Sebenarnya saya lebih pantas meminta maaf dari pada dipuji seperti itu..kamu tahu, terlambat datang saat wawancara tidak mencerminkan sifat sejati seorang reporter”, ujarnya.
Ucapannya disambut tawa oleh yang lain. Donny tersenyum lebar dan tampak ingin berbicara lagi. Tapi pak Harry lebih dulu mengambil alih.
“Kalian mungkin belum tahu, karena ini rahasia..”, ia tergelak. “Tulisan Donny dan Sora dibaca oleh Mentri Luar Negeri dan beliau menelponku langsung..”, Ruangan lansung ramai dan semua perlahan menajamkan telinga, aku melihat wajah-wajah antusias di ruangan itu.
“Kalian tahu apa yang beliau katakan?”, pak Harry sengaja mengambil jeda. kemudian lanjutnya setelah ruangan itu benar-benar tak bergerak, “Katanya..kalian sangat berani, lanjutkan berita ini dan jika hasilnya bagus, aku undang  kru majalahmu ke kantor ”
Ruangan seketika hidup oleh tepuk tangan. Aku sampai merasakan desiran darahku sendiri. Donny menerima salam selamat dari kru-kru yang lain. Bahkan Sora, menerima pelukan dari reporter wanita disampingnya.
“Donny..Sora..kalian harus siap melanjutkan tulisan kalian untuk edisi selanjutnya”, Pak Harry melanjutkan. Ini perintah.
“Siap boss..!”, Donny menyahut. Sora lagi-lagi hanya tersenyum.
Aku menyalami pak Harry dan menanyakan alasan kenapa Mentri Luar Negeri bisa begitu tertarik dengan laporan ini. Matanya membulat dan berbisik, “aku kurang yakin, tapi kurasa ada berita yang sebenarnya sensitif dan masih absurd, kurasa pak Mentri punya pendapat pribadi dan ingin meyakinkan pendapatnya itu. Dan itu hanya bisa diketahui kebenarannya jika tulisan ini rampung. Kita lihat saja nanti..”, ia mengedipkan mata.
Aku mengerutkan keningku, kedengaran menarik dan penuh tantangan. “Siapa penulisnya? Donny atau Sora?”.
“Donny”, ujar pak Harry sebelum meminum jusnya. “Tetapi data-datanya ia kumpulkan bersama Sora, dan aku tak tahu data mana yang berhasil mengusik isi kepala Mentri kita itu”
Aku mengangguk-angguk. “Oya,apakah Sora baru masuk setelah yang lain resmi diangkat? Kenapa namanya tak ada di list ?”, tanyaku.
Pak Harry tampak bingung, “Benarkah ? Kurasa semua data telah aku kirimkan. Kamu cek ulang saja, mungkin namanya terlewat oleh matamu”.
Aku mengeluh tak yakin, merasa kinerjaku dipertanyakan. Sebagai sekertaris redaksi aku tak bisa menganggap omongan itu sebagai kalimat asal lewat. Akhirnya aku membuka data di laptopku dan membuka dokumen berisi data-data semua kru. Benar saja, tak ada nama Sora disana. Merasa menang, ku tunjukkan data-data itu kepada pak Harry. Ia memperhatikan dan kemudian tertawa sambil menepuk pundakku.
“Aku yang salah..datanya ternyata tak terkirim, kamu bisa ambil di kantor kapan saja”, ujarnya tanpa mrasa bersalah. Melihat tampangku yang tak puas ia melanjutkan, “Lagipula data sekarang itu sudah tak begitu penting lagi, kamu bisa berkenalan dengan Sora tanpa harus membaca data dirinya dulu, kan?”, lanjutnya sambil nyengir lebar.
Aku hanya tersenyum tak menanggapi, kemudian mataku mengarah ke sudut kanan ruangan. Wanita itu sedang berbincang dengan reporter lain di sebelahnya. Aku yakin, tak lama lagi dia akan  mengenalkan dirinya kepadaku. Harus ku akui, malam ini, sebelum pengumuman tentang keberhasilan tulisannya, kehadiranku juga menyita perhatian karena Pak Harry telah terlebih dahulu menceritakan semua tentangku kepada para reporter baru itu.
Tetapi menjelang akhir acara. Saat satu persatu mulai berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri pak Harry sebagai pemimpin redaksi, aku, para redaktur ahli, pimpinan umum, pimpinan usaha, dan editor untuk berpamitan. Aku merasa kecolongan. Wanita itu sudah raib dari tempat duduknya. Ia telah pergi tanpa berpamitan. Tidak sopan sekali !
Sesampainya di apartemenku, aku langsung shalat isya dan duduk di depan laptop. Tak bisa ku percaya, aku membuka facebook malam-malam di waktu tidur untuk mencari akun seseorang! Menggelikan..tapi toh akhirnya tetap ku cari namanya di daftar teman-teman milik Donny, aku sengaja memilih akunnya karena milik pak Harry akan lebih membingungkan dengan daftar temannya yang begitu banyak.
Tetapi aku tak mendapatkannya. Nama “Sora” memang ada, hanya tak satupun berwajah mirip  dengan wanita berkerudung coklat itu. Karena penasaran, aku membuka laman akun Donny sampai jauh dan memperhatikan semua postingan di dindingnya. Sambil membuka profil orang-orang yang muncul disana. Tak berhasil. Aku akhirnya membuka satu persatu note yang ditulis lelaki itu, bukan untuk membacanya. Melainkan memperhatikan para pemberi komentar.
Akhirnya jam menunjukkan angka 2 dini hari. Aku tergeletak di tempat tidurku setelah merasa begitu bodoh. Kenapa aku tak mencoba sedikit sabar. Bukankah besok aku bisa melihat data pribadi wanita itu di kantor redaksi dengan mudah ??? Sial..!
       Esoknya aku sampai di kantor tepat jam 8 pagi. Aku berulang kali mengatakan kepada diriku sendiri untuk bersabar, tetapi kakiku bergerak lebih cepat. Aku merutuk dalam hati. Dan sekarang, aku telah duduk manis di meja kantor. Ruangan ini baru, sesuai dengan jabatanku yang juga baru. Kemarin meja kerjaku di ruangan depan, berbaur dengan para reporter lain. Tetapi sekarang, ruanganku berada di sebelah ruangan pak Harry. Beliau sedang berjalan bolak-nalik di ruangannya sambil berbicara melalui telepon. Sebuah kebiasan yang tak pernah hilang. Para reporter lain telah datang dan menyapaku ramah, aku hanya tersenyum dan berjalan cepat ke ruanganku. Yah begitulah yang kurasa, berjalan cepat!
            Anehnya, aku hanya termangu-mangu di depan komputer. Merutuki diri karena merasa begitu bodoh. Tapi tak lama, dokumen berisi data-data itu aku buka dan disanalah ! Data diri seseorang yang membuat waktu tidurku berkurang tadi malam.
            Aku membacanya dengan teliti. Tentu saja, teliti adalah tuntutan profesiku. Ketika seorang office boy mengetuk pintu ruangan sambil membawa capucinno hangat.
            “Pak Rio, ini minumannya”
            Aku tersadar dan memberi isyarat agar ia menaruh minuman itu di mejaku, “Terima kasih, Man..”, ujarku padanya. Namanya Lukman, kami telah kenal dekat tetapi ia selalu memanggilku dengan ebel-embel pak, membuatku merasa lebih tua saja.
            “Hehe..pak Rio suka dengan mbak Sora, yah?”
            Kata-kata itu membuat aku terperanjat. Lukman ternyata telah berdiri di sampingku sambil tersenyum-senyum.
            “Kamu..bikin kaget saja, aku sedang membaca data para reporter baru itu. Kamu kan tahu, aku baru datang dan ini hati pertamaku masuk kantor lagi. Jangan bikin kesimpulan yang aneh-aneh”, ujarku sedikit khawatir.
            Lukman hanya nyengir, “Yaah..siapa tahu bapak termasuk jajaran pemuja rahasia mbak Sora, hehe..”
            “Apa maksudmu ? termasuk jajaran...apa??”, tanpa sadar aku terpancing.
            “Pemuja rahasia, pak. Secret Admirer..”, ulangnya. Bahasa Inggris dengan logat Jawanya terdengar menggelikan, “Aku tahu..sudah lima orang yang mengaku begitu. Yang terang-terangan sih, bisa bapak perhatikan sendiri, hehe..”, ia terkekeh.
            Bibirku mengambil gerakan sinis. “Tidak penting, Man..aku tak tertarik dengan urusan seperti itu”.
            Lukman akhirnya menganguk-angguk, “Yah..keajaiban mungkin, bisa membuat bapak jatuh cinta”, ujarnya terdengar putus asa seolah aku adalah robot tanpa hati. Ia kemudian pamit dan keluar dari ruanganku.
            Aku terhenyak di tempat duduk. Ucapanku tadi, juga tanggapan Lukman, seolah mengembalikanku ke duniaku sebenarnya. Kembali kepada siapa aku selama ini. Aku tak ingat kapan terakhir aku jatuh cinta dengan seseorang, juga kapan terakhir aku mau membuka sedikit ruang untuk itu.
            Ekor mataku menangkap gerakan seseorang berbaju biru yang berjalan di sisi kanan ruanganku. Jilbab birunya bergerak seiring gerakan langkah kakinya. Kemudian ia berbelok mengambil jalan di jajaran meja di belakang deretan komputer. Kemudian menghilang di balik benda elektronik itu. Aku tahu ia duduk disana, akan menulis.
            Hari ini aku mendapatkan akun facebook wanita itu dengan nama Nyanyian langit. Bukan dengan nama aslinya, Sora Hadzika. Entah mengapa hatiku terasa membeku. Lebih dingin dari biasanya. Ia telah bertunangan dengan seseorang di Indonesia, ku buka akun lelaki itu dan membaca profilnya pelan-pelan. Tak ingin terlewatkan satupun. Lelaki itu bernama Muhammad Fahri, seorang mahasiswa jurusan akuntansi di universitas swasta, berasal dari Surabaya. Tak ada yang istimewa dari lelaki itu, menurutku. Oke, salah satu yang bisa membuat seseorang istimewa di nilai dari akun Facebooknya adalah; pilihan buku, music, film, kegiatan yang dia lakukan, tempat ia bekerja atau tulisan-tulisannya. Begitu, kan?? Maka tak salah jika menurutku lelaki itu biasa-biasa saja, bahkan ia belum bekerja!!
Kemudian aku melanjutkan membaca quote Sora tentang dirinya, dia hanya menulis singkat, tetapi membuatku tertegun cukup lama; Aku menitipkan rahasiaku pada langit. Tidak usah mencariku kemana, karena jika kau mendongak, kau akan menemukanku disana. Sama sepertiku yang selalu menemukanmu dengan cara yang sama.

  
*Bersambung :p