Nusantara

Saturday, April 28, 2012

Shalat-shalat Sunah

                    

1.  Shalat Tahajud 
A.   Hukum dan Keutamaan :
    Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
ومن الليل فتهجد به نافلة لك عسي أن يبعثك ربك مقاما محمودا

“Dan pada sebagian malam, bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji” (Al-Isra : 79). Walaupun ayat ini diperintahkan khusus untuk Rosulullah, tetapi semua umat islam juga termasuk kedalamnya, karena mengikuti ajaran Nabi adalah wajib. Pelaksanaannya adalah sunnah muakkad, bahkan menjadi wajib bagi Nabi.
Shalat tahajud adalah shalat yang sangat dikenal oleh semua umat islam, tidak ada yang meragukan keharusannya dan keutamaan-keutamaanya. Shalat tahajud sangat baik untuk  psikologi jiwa, kesehatan, menghapus dosa-dosa yang dilakukan siang hari, menghindarkannya dari kesepian dialam kubur, menjaminkan baginya kebutuhan hidup, dan juga menjadi hiasan di surga, dan masih banyak lagi.[1]
B.  Sunnah yang dilakukan sebelum Shalat Tahajud:
1.    Berniat sebelum tidurnya untuk mendirikan shalat malam
2.    Menghilangkan bekas tidur  diwajahnya, bersiwak dan memandang ke langit kemudian berdoa dan membaca surat Al-Imran ayat 19.
3.    Membuka shalat tahajud dengan dua rakaat shalat iftitah. Hadist dari Abu Hurairoh bahwa Rosulullah bersabda : “Jika seseorang dari kamu bangun di malam hari, maka bukalah shalatnya dengan dua rakaat yang ringan” (HR. Muslim)
4.    Membangunkan keluarganya untuk shalat bersama
5.    Untuk meninggalkan shalat dan berhenti sejenak jika mengantuk, dan melanjutkannya lagi ketika kantuknya telah hilang.
6.    Tidak ragu-ragu dan melaksanakan shalat sebanyak kemampuan yang ia miliki.
 C.  Waktunya :
Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan atau akhir malam. Ini semua pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik -pembantu Nabi – mengatakan : “Tidaklah kami bangun agar ingin melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di malam hari mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan tidaklah kami bangun melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti kami melihatnya pula. (HR. Bukhori, Ahmad, dan Nasa’i).
D.  Waktu Utama untuk Shalat Tahajud
Waktu utama untuk shalat malam adalah di akhir malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Rabb kami -Tabaroka wa Ta'ala- akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Allah berfirman, “Siapa yang memanjatkan do'a pada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampunan untuknya” (HR. Jama’ah)
E.  Jumlah Raka’at :
Shalat tahajud tidak memiliki jumlah rakaat yang khusus. Jumlah raka'at shalat tahajud yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka'at. Dan inilah yang menjadi pilihan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Aisyah mengatakan : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka'at. Beliau melakukan shalat empat raka'at, maka jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat empat raka'at lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat tiga raka'at. (HR. Bukhori dan Muslim).
Para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya dengan 11 raka'at namun dengan raka'at yang panjang. Ada pula yang melakukannya dengan 20 raka'at atau 36 raka'at atau kurang dan lebih dari itu. Mereka tidak bermaksud menyelisihi hadist dari Aisyah tersebut. Tetapi yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri lama) dan sedikit tidur. Seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur’an :
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)[2]
F.   Qodho' Shalat Tahajud
Bagi yang luput dari shalat tahajud karena udzur seperti ketiduran atau sakit, maka ia boleh mengqodho'nya di siang hari sebelum zuhur. Aisyah mengatakan :Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau luput dari shalat malam karena tidur atau udzur lainnya, beliau mengqodho'nya di siang hari dengan mengerjakan 12 raka'at. (HR. Jama’ah).

2.  Shalat Duha
 A.  Hukum dan Keutamaan :
Shalat Dhuha termasuk ibadah mustahab dan sangat dianjurkan. Rosullullah menjelaskan kepada ummatnya keutamaan shalat Dhuha dalam hadist-hadist sohih, salah satunya yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa nabi barsabda : “Tiap tualng-tulang sendi manusia membutuhkan sedekahnya di tiap pagi. Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap tahmid sedekah, tiap-tiap tahlil sedekah, dan tiap-tiap takbir sedekah. Menyeru ma;ruf adalah sedekah,mencegah munkar adalah sedekah. Semua itu sama nilainya dengan dua rakaat shalat Dhuha” (HR. Muslim).
Tidak salah jika Rosulullah mewasiatkan kepada kepada sahabat Abu Hurairah untuk tidak meninggalkan shalat Dhuha karena selain memiliki banyak keutamaan, juga merupakan simbolik dari rasa syukur seorang hamba kepada Rabbnya. Dua rakaatnya senilai dengan 360 pahala sedekah.
Hukumnya sunnah muakkad menurut tiga imam kecuali Malikiyah yang menetapkannya sebagai mandubah  nadaban akiidan, atau amalan ibadah biasa.

B.  Waktu dan Bilangan Rakaat
Shalat Dhuha memiliki waktu tertentu, yaitu ketika matahari naik sepenggalan hingga zawal (masuk waktu dzuhur). Tetapi dianggap paling baik untuk melaksanakannya di seperempat siang, atau ketika matahari telah meninggi dan memanas.
Jumlah rakaatnya paling sedikit adalah dua dan paling banyak delapan rakaat, menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, dan ini yang paling masyhur. Pendapat lain mengatakan, rakaat terbanyak adalah enam belas. Ada juga yang berpendapat bahwa bilangan rakaat yang paling afdhol adalah 4 rakaat dengan hadist dari Aisyah, ia berkata : “Rosullullah SAW shalat Dhuha sebanyak 4 rakaat, dan menambahnya sesuai yang dikehendaki Allah” ( HR. Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah).

3.  Shalat Taubah
 Shalat Taubah dalah shalat sunnah yang dilaksanakan ketika seseorang menyesali dosa-dosanya dan bertaubat kepada Allah SWT. Shalat Taubah dilaksanakan sebanyak dua raka’at dengan waktu yang tidak ditentukan. Rosullulah SAW menjelaskan tentang shalat ini dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu Bakar ra. Ia berkata : “Aku mendengar Rosullullah bersabda : Siapapun yang melakukan dosa, kemudian berdiri, bersuci, lalu shalat kemudian memohon ampunan kepada Allah, maka pasti akan diampuni”. Kemudian Rosullullah membaca ayat suci Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 135-136.” (HR.Abu Daud, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Tirmidzi).

Dalam sebuah kisah yang diriwayatkan, bahwa Abdullah bin Buraidah berkata dari ayahnya : Rosullulah memanggil Bilal di suatu hari dan bertanya kepadanya, “Amalan apa yang engkau lakukan sehingga engkau mendahuluiku masuk ke dalam surga? Sesungguhnya semalam aku memasuki surga dan mendengar bunyi tapak kakimu dihadapanku. Bilal menjawab, “Wahai Rosullullah, tidaklah aku melakukan dosa melainkan aku akan shalat dua rakaat, dan tidaklah aku berhadas melainkan aku akan bersuci karenanya”.(HR. Ahmad dan Tirmidzi)[3]

4.  Shalat Istisq0
A.   Hukum dan Sunnah sebelum shalat.
Shalat Istisqo adalah shalat sunnah muakkad dalam keadaan membutuhkan air atau hujan dengan azan tanpa iqomah. Waktu pelaksanaannya tidak di tentukan, boleh kapan saja kecuali waktu istiwaa’. Sebelum melaksanakan shalat ini, imam atau orang yang paling mengerti agama disunnahkan untuk :
·      Menyuruh masyarakatnya untuk bertaubat, bertaqwa, bersedekah dan menjauhi kemaksiatan.
·      Berdamai dengan musuh dengan kesepakatan tiga pemimpin kaum.
·      Setelah itu melaksanakan puasa selama tiga hari berturut-turut, kemudian pada hari ke empat berbondong-bondong menuju lapangan atau tempat berbuka. Juga dianjurkan untuk memakai pakaian sederhana dan bersih, sebagai bentuk kehinaan dan memohon pertolongan Allah SWT
·      Mulai dari anak kecil, orang dewasa, orang tua, dan yang lemah ikut keluar melaksanakan shalat. Selaion itu juga membawa serta binatang ternak.

B.  Cara Pelaksanaan.
Cara pelaksanaannya pertama-tama membaca niat shalat, kemudian taakbir 7 kali di rakaat pertama dan 5 kali di rakaat terakhir, seperti pada shalat Ied. Berta’awudz dan dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah, surat Al-A’laa di rakaat pertama, dan surat Al-Ghosyiah di rakaat kedua. Kemudian imam membacakan dua khutbah seperti pada shalat Ied, tetapi tidak bertakbir melainkan beristighfar sebanyak 9 kali di tiap khutbah.  Ketika khutbah selesai, imam memalingkan wajah kearah kiblat, mengangkat tangan dan membalikkan selendang yang sebelah kanan ke sebelah kiri dan selendang sebelah kanan ke kiri, setelah itu mulai berdo’a bersama-sama.
Hadist dari Abu Hurairoh, ia berkata : “Suatu hari Rosulullah keluar untuk meminta hujan, kemudian shalat bersama kami dua raka’at, dengan azan dan tanpa iqomah, kemudian berkhutbah untuk kami, lalu berdo’a, menghadapkan wajahnya ke arah kiblat, mengangkat tangannya, dan membalikkan selendangnya, kanan ke kiri dan kiri ke kanan” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, Baihaqi).

5.  Shalat Jenazah.
 A) Hukum dan keutamaan
Para ulama fiqh telah sepakat bahwa hukum shalat janazah adalah fardhu kifayah, jika sebagian muslim telah melaksanakannya, maka yang lain tidak diharuskan melaksanakannya lagi. Hukum ini ditetapkan atas perintah Nabi Muhammad SAW untuk mendirikan shalat atas mayit setelah mengurus semua hutang-hutangnya jika ia memiliki hutang, berdasarkan hadist :
Rosulullah SAW bersabda : "Shalatlah atas saudaramu" (HR. Bukhori, Muslim, dan Abi Hurairoh).
     Dimakruhkan melakukan pengulangan dalam shalat jenazah jika shalat pertama telah dilaksanakan dengan jama’ah. Tetapi jika shalat pertama munfarid, menurut Hanafiyah dan Malikiyah, maka hukumnya mandub mengulang shalat dengan jama’ah untuk mayit yang belum dikubur. Sedangkan Syafi;iyah mensunnahkan untuk mengulang dan ikut berjama’ah, walaupun sudah dikubur. Dan Hanabilah membolehkan.
Rosullullah juga menjelaskan keutamaan shalat atas mayit atau jenazah. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda : Barang siapa yang mengantarkan jenazah dan menyolatinya, maka baginya ganjaran satu qirad[4], dan siapa yang mengantarkannya sampai berpisah darinya (sampai mayit dikubur), maka baginya dua qirad, satu qiradnya sebesar gunung Uhud" (HR.Bukhori).[5]

B)  Rukun-rukun shalat
1.    Niat.
Niat termasuk rukun menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, sedangkan menurut hanafiyah dan Hanabilah merupakan syarat.
2.    Berdiri bagi yang mampu.
Jumhur Ulama telah sepakat bahwa berdiri merupakan rukun shalat jenazah, dan tidak sah bagi yang melaksanakan shalat dengan duduk tanpa ada udzur.
3.    4 Takbir.
Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, dan Jabir bahwa nabi melaksanakan shalat atas seorang Najasyi dengan empat takbir. Adapun hukum mengangkat tangan ketika takbir adalah sunnah, karena tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa Nabi mengangkat tangannya ketika takbir, kecuali di takbir yang pertama.
4.    Membaca Fatihah didalam hati.
5.    Salawat kepada Nabi.
Bentuk salawat kepada nabi bisa bermacam-macam, walaupun hanya membaca “Allahumma shalli ala Muhammad”, maka dianggap cukup.
6.    Do’a untuk mayit.
Ulama fiqh telah sepakat bahwa do’a untuk mayit adalah rukun, sedangkan tempat dan bacaannya berbeda-beda.[6]
7.    Salam.
Salam setelah takbir keempat merupakan rukun menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanafiyah, sedangkan menurut Hanabilah merupakan wajib seperti pada shalat-shalat biasanya.

C) Syarat-Syarat Shalat Jenazah[7]
1)   Mayit harus muslim.
Diharamkan shalat atas mayit kafir. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an, “Dan janganlah sekali-kali engkau mensholatkan (jenazah) seorang dari mereka” (At-Taubah: 84)
2)   Mayit harus hadir (tidak ghoib)
3)   Mayit harus selesai dimandikan
4)   Mayit harus berada di depan musholliin
Kecuali Malikiyah, hukum meletakkan mayit di depan musholliin adalah mandub.
5)   Mayit tidak boleh berada di tunggangan hewan atau manusia
Tetapi Malikiyah dan Syafi’iyah memperbolehkan untuk shalat atas mayit yang berada di atas tunggangan.
6)   Mayit bukan seorang Syahid.
Hanafiyah berpendapat bahwa mayit tidak dimandikan tetapi wajib dishalatkan.
7)   Adanya anggota badan mayit yang harus dimandikan.
Menurut hanafiyah, mayit tidak wajib dimandikan kecuali jika ada sebagian besar anggota tubuhnya, atau setengahnya dengan kepala. Sedangkan menurut Malikiyah, sepertiga dari tubuh mayit beserta kepala, lebih sedikit dari itu maka hukum memandikannya makruh.
Untuk Musholli, berlaku untuknya seperti syarat dalam shalat pada umumnya. Dan tidak disyaratkan dilaksanakan pada waktu tertentu.

D) Cara Melaksanakan Shalat Jenazah dan Tempat Berdiri ketika Shalat
a)    Mazhab Hanafiyah
Musholli berdiri diujung dada mayit lalu berniat shalat jenazah. Setelah itu takbirotul ihram dengan mengangkat tangan, membaca Al-Fatihah, dan bertakbir tanpa mengangkat tangannya. Dilanjutkan dengan bersalawat kepada Nabi dan takbir ketiga tanpa mengangkat tangan. Kemudian membaca do'a untuk mayit dan muslimin, takbir ke empat tanpa mengangkat tangan dan salam kekiri dan kanan.
b)   Mazhab Malikiyah
Musholli berdiri di sisi kepala mayit laki-laki, dan ditengah badannya untuk perempuan. Dalam pelaksanaannya hampir sama dengan mazhab Hanafiyah. Hanya saja salam cukup sekali kekanan. Dimandubkan untuk menyembunyikan bacaan selain imam.
c)    Mazhab Syafi’iyah
Musholli atau imam berdiri di sisi kepala mayit laki-laki dan dipinggang untuk erempuan. Kemudian berniat shalat jenazah dengan hati dan lafadz melalui lisan. Dilanjutkan dengan takbirotul ihram dengan mengangakat tangan dan membaca Al-Fatihah. Selanjutnya takbir kedua dan bersalawat seperti bacaan tahiyat, lalu takbir ke tiga dan membaca do’a untuk mayit. Selanjutnya takbir ke empat dan berdo’a. Trakhir salam ke kanan dan kiri. Tangan diangkat pada setiap takbir.
d)   Mazhab Hanabilah
Mazhab Hanafiyah sama dengan Syafi’iyah, perbedaannya hanya satu, yaitu setelah takbir ke empat, musholli berhenti sejenak tanpa membaca do’a kemudian salam ke kanan saja, atau keduanya.

E)  Shalat untuk Mayit yang Lebih dari Satu
Jika mayit lebih dari satu dan terdiri dari laki-laki dan perempuan yang belum dewasa, maka diletakkan berbaris diantara imam dan kiblat, setelah itu shalat atas mereka satu kali shalat. Jika laki-laki dan perempuan dewasa maka boleh melaksanakan shalat dengan memisahkan. Boleh juga dengan menggabungkan dalam satu kali shalat, mayat laki-laki diletakkan di depan imam, dan mayat perempuan dibelakang kiblat.

F)  Permasalahan Seputar Takbir
a.    Jika takbir imam lebih atau kurang :
Menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah, jika imam takbir lebih dari empat kali, maka ma’mum menunggu dan salam bersama imam, shalat dinilai sah. Kemudian jika kurang dengan disengaja maka shalat batal, kecuali jika tanpa kesengajaan.
Di mazhab Malikiyah, ma’mum dimakruhkan menunggu imam yang membaca takbir lebih dari empat, tetapi salam mendahului imam dan shalat dinilai sah. Kemudian jika kurang dengan sengaja karena mazhabnya mengajarkan seperti itu, maka ma’mum melanjutkan takbir ke empat dan shalat sah. Tetapi jika sengaja tanpa alasan maka shalat menjadi batal.
Mazhab Hanabilah memberi keluasan sampai tujuh kali takbir, lebih dari itu maka makmum harus memperingatkan imam dan tidak boleh salam sebelum imam, shalat dinilai sah. Kemudian  jika kurang, maka ma’mum memberi peringatan, dan jika disengaja maka shalat batal.

b.    Jika masbuq :
Saat mam’mum masbuq di shalat jenazah, maka di istihabkan untuk mengqodo takbir, tetapi tidak pun tak menjadi masalah. Diriwayatkan oleh Aisyah, dia berkata kepada Rosulullah : “Ya, Rosulallah, aku telah shalat jenazah, tetapi ada sebagian takbirku yang kosong”. Nabi berkata : “Jika kamu tidak mendengar (takbir imam) maka takbirlah, jika kamu tertinggal (masbuq) maka kamu tidak harus mengqodo” (HR. Ahmad)

G) Shalat Jenazah untuk Janin yang Keguguran
Untuk janin yang belum mencapai usia 4 bulan, Jumhur fuqoha sepakat untuk  tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Tetapi jika telah mencapai umur 4 bulan atau lebih dan telah ditiupkan ruh, maka dimandikan dan dishalatkan. Ahnaf, Malik, Auza’I dan Hasan tidak mengharuskan shalat untuk janin yang belum memiliki ruh, berdasarkan hadist Nabi : Dari Jabir, Rosullullah bersabda, “Jika janin telah ditiupkan ruh,maka shalatlah atasnya dan berilah hak waris” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi). Rojihnya, janin tetap harus dishalatkan karena Nabi telah menjelaskan bahwa di umur 4 bulan,janin telah memiliki ruh.

H) Shalat Ghoib
Shalat ghoib adalah shalat untuk mayit yang berada di tempat lain,baik dekat maupunjauh,  atau telah dikuburkan. Cara pelaksanaannya pun sama dengan shalat jenazah, yaitu dengan 4 takbir dan berdo’a untuk mayit. Boleh dilaksanakan sendiri ataupun jama’ah dan dilaksanakan kapan saja.














[2] http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/2858-panduan-shalat-tahajud.html

[3] salafiah.net/content/dalil-solat-sunnah.
[4] qirad = 1/16 dirham
[5] Muhammad Sayyid Sabiq. Fiqh As-Sunnah. Daarul Fath li I'lamil Araby. cetakan 2008.jld.2
[6] Dijelaskan di pembahasan cara shalat.
[7]  Abdurrahman Al-Juziry. Al-Fiqh ‘ala Madzhab Al-Arba’ah. Maktabah Taufiqiyah. Hal: 493.

No comments:

Post a Comment