Dahulu, ketika kita masih begitu akrab dengan merah putih dibadan
dan Tut Wuri Handayani di kepala, maka pekerjaan rumah dari guru adalah
masalah terbesar bagi kita. Dahulu, saat hanya ada kata “bermain bersama
teman-teman” yang terpahat dibenak, maka
panggilan pulang ke rumah adalah suara paling mengganggu kebebasan gerak kita.
Kita semua setuju bahwa masa-masa itu adalah masa terindah yang menyajikan
warna-warni tawa dan kebebasan. Lihat saja tokoh Peter pan yang memilih tinggal
di Dream Land karena ia menolak tumbuh dewasa. Ia takut tak akan ada
lagi kebebasan, pertualangan, dan
mimpi-mimpi ceria anak kecil seperti yang biasa ia rasakan. Peter pan melupakan
satu kenyataan penting bahwa dewasa pun memiliki pertualangannya sendiri.
Akan terasa aneh mungkin, jika cerita masa kecil dan potongan
dongeng menjelang tidur disangkut pautkan dengan kehidupan kita, Mahasiswa
Indonesia Mesir. Tetapi tidak, jika kita
mau merenung sejenak dan mengajak imajinasi kita menengok masa lalu sambil
memetik pelajaran-pelajaran kecil ditiap
episode kanak-kanak.
Lepaskan dulu atribut yang selama ini kita sandang, karena Masisir pun pernah jadi bocah ingusan. Setelah itu, kita boleh kembali menginjakkan kaki di alam nyata dengan kesibukan belajar, kajian, politik, tidur atau Facebook. Tak masalah. Semua individu bebas merasakan kenangannya sendiri.
Lepaskan dulu atribut yang selama ini kita sandang, karena Masisir pun pernah jadi bocah ingusan. Setelah itu, kita boleh kembali menginjakkan kaki di alam nyata dengan kesibukan belajar, kajian, politik, tidur atau Facebook. Tak masalah. Semua individu bebas merasakan kenangannya sendiri.
Ya! Betul sekali, ketika kita mengingat kejadian yang telah lalu,
maka semua itu berganti nama menjadi kenangan, bahkan kejadian sebelum proses
membaca tulisan ini , detik-detiknya akan menjadi kenangan. Bukankah kita telah
akrab dengan kata-kata bijak “Kemarin adalah kenangan, esok adalah masa depan,
dan hari ini adalah kenyataan” ? Segala sesuatu yang telah kita alami akan
menjadi kisah yang harus kita pertanggung jawabkan kelak.
Kata tanggung jawablah yang menjadi momok saat dewasa menghampiri
kita. Letak pertualangan seorang yang mengaku dewasa adalah sikapnya dalam
menanggapi tanggung jawab kehidupan yang ia pikul. Setuju atau tidak,
kedewasaan bisa dilihat dalam proses mengatur diri sendiri, bukan hanya
berpatok kepada kemampuan berpikir. Atau malah kepada tuanya umur dan tingginya
jabatan. Sama sekali tidak!
Maka ketika kita menggabungkan kata kenangan dan tanggung jawab,
lalu mengambil Masisir sebagai subjek, akan tak berlebihan jika otak kita menangkap
sebuah kenyataan yang membuat hati miris,
yaitu kurangnya kesadaran kita menghargai waktu. Sudah tak mengherankan jika
acara molor, bahkan karena telah menjadi kebiasaan mendarah daging, panitia
sengaja mencantumkan waktu beberapa kali lipat lebih awal dari waktu yang
sebenarnya dilembaran undangan. Dan usaha itu pun tak menjamin acara
berlangsung tepat waktu. Ini adalah kutukan turun temurun yang menyakitkan,
begitulah sarkastisnya. Walaupun kata kutukan terdengar tidak pantas, tetapi
seperti itulah yang terjadi. Siapa saja yang kemudian mendapat stempel Masisir
didahinya, lambat laun akan terjangkit penyakit ini. Awalnya mereka akan heran,
lalu memaklumkan, akhirnya ketularan.
Ada saja alasan yang dijadikan kambing hitam, seperti musim yang
tidak sama dengan di Indonesia, sibuk, macet, ketiduran, malas, dan ada kejadian
atau perubahan tak terduga. Padahal perubahan adalah sesuatu yang muthlaq
bagi makhluk hidup, karena yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu
sendiri. Inti masalahnya tetap satu, kurang bisa menghargai waktu. It’s
lifestyle.!!, begitulah istilah yang kemudian muncul. Akankah istilah
ini kita biarkan mencipta kenangan hitam kita di ardhul ‘ilmi ini?
Nabi Muhammad Saw bersabda “Tidak beranjak kaki seorang hamba pada
hari kiamat, hingga ia ditanya tentang empat hal : tentang umurnya pada apa ia
menghabiskannya, tentang masa mudanya pada apa ia memenuhinya, tentang hartanya
dari mana ia mendapatkannya dan bagaimana membelanjakannya, dan ilmunya apakah
yang telah dilakukan dengannya. (HR. Thobroni). Hadis ini meminta pertanggung
jawaban kita tentang umur yang kita habiskan di dunia, dengan menyebutkan pula
masa muda. Disini jelas bahwa masa muda mempunyai nilai khusus, karena masa
muda adalah saat dimana seseorang dikatakan kuat setelah ia lemah ketika kecil
dan menjadi lemah kembali ketika lanjut usia.
Karena itu, kita harus menyadari hal penting bahwa segala sesuatu
pada akhirnya akan menjadi kenangan (baca: dimintai pertanggung jawabannya),
maka sudah seharusnya kita selaku Masisir menggunakan masa muda kita dengan
sebaik-baiknya agar tercipta kenangan yang baik pula. Let’s make the best
memories we can do! Sekarang ini, kita telah diberi anugerah kesempatan
dari Allah dengan mengizinkan kita berada dalam ruang yang berlimpah tinta ilmu
pengetahuan, jejak-jejak sabda para Nabi, tiang-tiang penopang Al-Qur’an dan
sunnah, hamparan sejarah peradaban, bahkan butiran-butiran dzikir ditiap
pasirnya. Masihkah kita rela membiarkan tiap detiknya berlalu oleh kelalaian,
padahal di tiap detik itu juga ada do’a dan cucuran keringat orang-orang
terkasih? Mereka ditanah air merindukan
kenangan yang kita raup dari tanah Musa ini, dengan penuh kepercayaan bahwa
apapun hasilnya, mereka yakin kita telah melakukan yang terbaik.
Jangan pula kita lupa dengan hal yang tak kalah penting dari
tanggung jawab umur, yaitu ilmu. Apakah
yang telah kita lakukan dengannya? Tiap detik kenangan dari masa muda yang
kita gunakan di negeri seribu menara ini
akan turut menjadi hujjah kita untuk menjawab pertanyaan itu. Berfirman
Allah dikitab suci-Nya yang mulia “Demi waktu. Sungguh manusia berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta
saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran”.
*Edisi menasehati diri sendiri -_-
No comments:
Post a Comment