Nusantara

Tuesday, October 12, 2010

Masisir dan Kenangan



Dahulu, ketika kita masih begitu akrab dengan merah putih dibadan dan Tut Wuri Handayani di kepala, maka pekerjaan rumah dari guru adalah masalah terbesar bagi kita. Dahulu, saat hanya ada kata “bermain bersama teman-teman”  yang terpahat dibenak, maka panggilan pulang ke rumah adalah suara paling mengganggu kebebasan gerak kita. Kita semua setuju bahwa masa-masa itu adalah masa terindah yang menyajikan warna-warni tawa dan kebebasan. Lihat saja tokoh Peter pan yang memilih tinggal di Dream Land karena ia menolak tumbuh dewasa. Ia takut tak akan ada lagi kebebasan,  pertualangan, dan mimpi-mimpi ceria anak kecil seperti yang biasa ia rasakan. Peter pan melupakan satu kenyataan penting bahwa dewasa pun memiliki pertualangannya sendiri.
Akan terasa aneh mungkin, jika cerita masa kecil dan potongan dongeng menjelang tidur disangkut pautkan dengan kehidupan kita, Mahasiswa Indonesia Mesir. Tetapi  tidak, jika kita mau merenung sejenak dan mengajak imajinasi kita menengok masa lalu sambil memetik pelajaran-pelajaran kecil  ditiap episode kanak-kanak.
Lepaskan dulu atribut yang selama ini kita sandang, karena Masisir pun pernah jadi bocah ingusan. Setelah itu, kita boleh kembali menginjakkan kaki di alam nyata dengan kesibukan belajar, kajian, politik, tidur  atau Facebook. Tak masalah. Semua individu bebas merasakan kenangannya sendiri.
Ya! Betul sekali, ketika kita mengingat kejadian yang telah lalu, maka semua itu berganti nama menjadi kenangan, bahkan kejadian sebelum proses membaca tulisan ini , detik-detiknya akan menjadi kenangan. Bukankah kita telah akrab dengan kata-kata bijak “Kemarin adalah kenangan, esok adalah masa depan, dan hari ini adalah kenyataan” ? Segala sesuatu yang telah kita alami akan menjadi kisah yang harus kita pertanggung jawabkan kelak.
Kata tanggung jawablah yang menjadi momok saat dewasa menghampiri kita. Letak pertualangan seorang yang mengaku dewasa adalah sikapnya dalam menanggapi tanggung jawab kehidupan yang ia pikul. Setuju atau tidak, kedewasaan bisa dilihat dalam proses mengatur diri sendiri, bukan hanya berpatok kepada kemampuan berpikir. Atau malah kepada tuanya umur dan tingginya jabatan. Sama sekali tidak!
Maka ketika kita menggabungkan kata kenangan dan tanggung jawab, lalu mengambil Masisir sebagai subjek, akan tak berlebihan jika otak kita menangkap sebuah kenyataan yang membuat hati miris, yaitu kurangnya kesadaran kita menghargai waktu. Sudah tak mengherankan jika acara molor, bahkan karena telah menjadi kebiasaan mendarah daging, panitia sengaja mencantumkan waktu beberapa kali lipat lebih awal dari waktu yang sebenarnya dilembaran undangan. Dan usaha itu pun tak menjamin acara berlangsung tepat waktu. Ini adalah kutukan turun temurun yang menyakitkan, begitulah sarkastisnya. Walaupun kata kutukan terdengar tidak pantas, tetapi seperti itulah yang terjadi. Siapa saja yang kemudian mendapat stempel Masisir didahinya, lambat laun akan terjangkit penyakit ini. Awalnya mereka akan heran, lalu memaklumkan, akhirnya ketularan.
Ada saja alasan yang dijadikan kambing hitam, seperti musim yang tidak sama dengan di Indonesia, sibuk, macet, ketiduran, malas, dan ada kejadian atau perubahan tak terduga. Padahal perubahan adalah sesuatu yang muthlaq bagi makhluk hidup, karena yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Inti masalahnya tetap satu, kurang bisa menghargai waktu. It’s lifestyle.!!, begitulah istilah yang kemudian muncul. Akankah istilah ini kita biarkan mencipta kenangan hitam kita di ardhul ‘ilmi ini?
Nabi Muhammad Saw bersabda “Tidak beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang empat hal : tentang umurnya pada apa ia menghabiskannya, tentang masa mudanya pada apa ia memenuhinya, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan bagaimana membelanjakannya, dan ilmunya apakah yang telah dilakukan dengannya. (HR. Thobroni). Hadis ini meminta pertanggung jawaban kita tentang umur yang kita habiskan di dunia, dengan menyebutkan pula masa muda. Disini jelas bahwa masa muda mempunyai nilai khusus, karena masa muda adalah saat dimana seseorang dikatakan kuat setelah ia lemah ketika kecil dan menjadi lemah kembali ketika lanjut usia.
Karena itu, kita harus menyadari hal penting bahwa segala sesuatu pada akhirnya akan menjadi kenangan (baca: dimintai pertanggung jawabannya), maka sudah seharusnya kita selaku Masisir menggunakan masa muda kita dengan sebaik-baiknya agar tercipta kenangan yang baik pula. Let’s make the best memories we can do! Sekarang ini, kita telah diberi anugerah kesempatan dari Allah dengan mengizinkan kita berada dalam ruang yang berlimpah tinta ilmu pengetahuan, jejak-jejak sabda para Nabi, tiang-tiang penopang Al-Qur’an dan sunnah, hamparan sejarah peradaban, bahkan butiran-butiran dzikir ditiap pasirnya. Masihkah kita rela membiarkan tiap detiknya berlalu oleh kelalaian, padahal di tiap detik itu juga ada do’a dan cucuran keringat orang-orang terkasih? Mereka  ditanah air merindukan kenangan yang kita raup dari tanah Musa ini, dengan penuh kepercayaan bahwa apapun hasilnya, mereka yakin kita telah melakukan yang terbaik.
Jangan pula kita lupa dengan hal yang tak kalah penting dari tanggung jawab umur, yaitu ilmu.  Apakah yang telah kita lakukan dengannya? Tiap detik kenangan dari masa muda yang kita  gunakan di negeri seribu menara ini akan turut menjadi hujjah kita untuk menjawab pertanyaan itu. Berfirman Allah dikitab suci-Nya yang mulia “Demi waktu. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran”.

*Edisi menasehati diri sendiri -_-

No comments:

Post a Comment