Sinar matahari bersinar sangat terik seolah sengaja
ikut menguji manusia-manusia yang sedang berpuasa dibawahnya. Panasnya yang
menyengat terasa membakar ubun-ubun dan menjalar kebawah sampai masuk ke dalam
kerongkongan. Udara benar-benar tidak bersahabat sama sekali, begitu juga
dengan lingkungan, debu-debu dan asap kendaraan ikut menguji kestabilan emosi.
Fahira menyeka keringat yang menetes dari dahinya,
“Kenapa sih Ramadhan kok panas banget ? Seharusnya kan adem soalnya lagi banyak
yang puasa !”, keluhnya untuk kesekian kali, lalu matanya menatap nanar pada
iklan teh botol yang dipajang besar-besar dipinggir jalan. Botol teh itu
dipenui butir-butir air karena baru keluar dari kulkas dan kesegarannya
benar-benar menguji kesabaran “Itu lagi, teh botol, udah tau banyak yang puasa,
ga usah narsis gitu, kek..bikin emosi aja”.
Azizah menoleh kearah Fahira dan tersenyum geli,
adiknya itu memang suka ceplas- ceplos kalau bicara, “Namanya juga Ramadhan,
yang artinya panas yang membakar, berarti bulan Ramadhan memang selalu terjadi
di musim yang panas”
“Trus kenapa kita musti puasa di bulan Ramadhan pas
lagi panas-panasnya? Kenapa ga’ bulan Februari atau Juni, gitu??”, Fahira
mendesak kakaknya, ia memang tidak puas dengan jawaban yang simple.
Azizah tersenyum lagi, “Karena Allah memang mewajibkan
kita untuk puasa di bulan Ramadhan. Hikmahnya adalah kebersamaan, karena bulan Ramadhan sangat panas dan
pastinya sulit untuk menahan haus dan lapar, Allah mewajibkan kita puasa di
bulan itu agar semua muslim didunia merasakan kesulitan itu bersama-sama.
Dengan menanggung kesulitan bersama-sama, akan muncul toleransi, kasih sayang,
tolong menolong dan kebersamaan yang indah, begitu adikku sayang”, ujar Azizah
sambil mencubit pipi Fahira gemas.
Fahira bersungut karena cubitan kakaknya, tetapi
kemudian ia mengangguk-angguk dan terlihat berpikir dalam-dalam. Azizah semakin
geli melihat ekspresi serius adiknya itu, sebenarnya ia ingin menggunakan
kata-kata yang menurutnya sesuai untuk menasehati anak SD seperti Fahira, tetapi
ia ingat respon dan kata-kata Fahira dulu, “Kakak kok cara ngomongnya gitu,
sih? Kakak kan udah sarjana, ngomong sama Fahira jangan kaya ngomong sama anak
kecil gitu, dong”.
O..O..!! Saat itu rasanya Azizah ingin mengucek-ucek
wajah sok dewasa Fahira seperti kucekan baju saat mencuci, ia gemas dengan
kata-kata adiknya itu, sok oke sekalee..padahal saat itu dia memang masih
kecil, baru juga naik kelas 4 SD !
Fahira memang anak yang cerdas dan pintar, hanya
saja terkadang ia sok dewasa dan sok benar, selain itu sifat keras kepala dan
ceplas-ceplosnya sering membuat orang-orang disekelilingnya gemas. Tetapi
Azizah tahu adiknya itu sangat penyayang dengan orang lain, apalagi dengan
anak-anak yang lebih kecil, juga kepada para lanjut usia, sikapnya sangat
hormat dan lembut. Selain itu, hal yang juga disukai Azizah dari adiknya itu
adalah kecintaannya kepada lingkungan, ia pernah melihat Fahira marah-marah
kepada abang tukang balon yang kepergok olehnya membuang sampah balon kempes sembarangan.
Mungkin besar nanti Fahira akan jadi Mentri Lingkungan Hidup, hehe..
Sekarang Fahira sudah kelas 6 Sekolah Dasar.
Tantangan terberat Azizah saat ini dalam menghadapi Fahira adalah penolakannya
terhadap jilbab, apalagi tekad Fahira yang sudah bulat untuk lebih memilih
masuk SMP Negeri dari pada Pesantren. Padahal Fahira belajar di sekolah islam
yang mewajibkan siswanya memakai jilbab, tetapi setiap pulang sekolah Fahira
melepas lagi jilbabnya. Alasannya ada-ada saja, entah itu panas, kepalanya
gatal, pusing, mual, segala macam ia sebutkan padahal intinya satu, t-i-d-a-k
m-a-u. Ditambah lagi sekarang sedang marak-maraknya boyband dan girlband, untuk
anak-anak yang sedang masa-masanya alay seperti Fahira, Azizah mewajari kalau
Fahira menjadi salah satu penggemar berat Cherrybelle, tetapi ia khawatir
gaya-gaya mereka juga ditiru adiknya dan membuatnya semakin berat mengenakan
jilbab.
Ia sudah mengajak diskusi adiknya itu dan
menjabarkan beberapa bukti kuat dari Al-Qur’an dan hadist bahwa anak perempuan
yang sudah dewasa/baligh harus mengenakan jilbab, tetapi Fahira menolaknya
dengan alasan bahwa ia belum haid dan belum dewasa. Memang benar, sih..tetapi,
kan maksud Azizah adalah agar ia terbiasa dengan jilbab, dan nantinya setelah
ia baligh benar-benar mengenakan jilbab tanpa ingin melepas lagi. Kemudian
setelah berbicara panjang lebar, Fahira menggengggam tangan Azizah kuat-kuat
lalu berkata,
“Kakak, pleassse..Fahira bener-bener ENGGAK mau,
sekarang kakak doain aja, ya, semoga Fahira cepet-cepet dapet hidayah dari
Allah, oke??”, kemudian ngeloyor pergi meninggalkan Azizah yang bengong dengan
tangan masih terkepal.
Ibu mereka menasehati, “Biarkan dulu, jangan terlalu
dipaksa. Sekarang Azizah lebih fokuskan dengan memberi teladan yang baik pada
Fahira, nanti dia akan menilai sendiri bahwa berjilbab memang lebih baik”
“Kalau seandainya tidak??”
“Insha Allah Fahira pasti berjilbab, percaya sama
adikmu”
Azizah terdiam, Baiklah..ia akan percaya bahwa
Allah akan memberi hidayah untuk Fahira, dan ia juga akan memberi kepercayaan
lebih kepada adiknya itu bahwa Fahira pasti akan memilih yang baik.
“Kak, ayo pulang, panas, nih..”
Seruan Fahira itu mengagetkan Azizah yang sedang
hanyut oleh lamunannya. Ia bersiap-siap naik keatas motor Mio, siang ini ia
memang sedang menjemput Fahira pulang sekolah. Mata Azizah melirik kearah bergo
putih yang dipakai Fahira, “Kapan Fahira mau benar-benar pakai jilbab?”
“Aduuuh, kakak, nanti aja deh bahasnya. Inget
loh..habis asar nanti, om Joshep dan istrinya mau masuk Islam!”
“Oh iya! Yuk, pulang..”, Azizah langsung menyalakan
motornya dan beberapa saat kemudian ia dan adiknya yang duduk diboncengan sudah
melesat menembus keramaian jalanan ibu kota.
Setelah asar, Azizah, Fahira dan kedua orang tua
mereka sudah berada di dalam masjid untuk menjadi saksi Om Joshep dan istrinya
masuk Islam. Om Joshep adalah sahabat ayah mereka, karena kedekatan batin yang
kuat, keluarga mereka diminta ikut menyaksikan peristiwa sakral itu. Azizah
merasa gemetar ketika shahadat mulai dibacakan, ia melihat Fahira memegangi
tangan ibu dan ayahnya tampak begitu serius memperhatikan sahabatnya mengambil
langkah baru yang akan menjadi perubahan terbesar dalam hidupnya. Pertama kali
ini Azizah ikut merasakan dahsyatnya rasa haru dan bahagia yang tak terkira
karena bertambahnya saudara baru seagama. Masha Allah..
Setelah selesai ayah mengajak om Joshep dan istrinya
untuk ikut berbuka puasa dirumah mereka yang memang dekat dari kawasan masjid,
walaupun pasangan mualaf itu belum berpuasa. Sampai dirumah, Fahira yang cerewet
mulai melontarkan pertanyaan-pertanyaan, “Om, tante..kenapa sih masuk islamnya
sekarang? Trus kenapa Tante mau langsung pakai
jilbab, kan panas tante..kenapa ga’ nanti aja kalau sudah selesai
puasa??”
Azizah mencubit lengan Fahira karena menurutnya kurang
sopan. Istri om Joshep tersenyum, lalu menjawab, “Awalnya tante malah mau masuk
islamnya setelah Ied Fitri saja, soalnya tente masih dibayangi beratnya puasa
sebulan penuh. Tapi, tante ga’ mau kalah dong sama Fahira, Fahira saja yang
masih SD bisa, masa tante ga’ bisa”. Semuanya tertawa mendengar jawaban istri
om Joshep itu. Fahira tampak nyengir lebar, tetapi ia kelihatan belum puas.
Istri om Joshep melanjutkan, “Selain itu, kebaikan
itu sebaiknya disegerakan, jangan ditunda-tunda. Tante dan Om alhamdulillah
sudah yakin dengan Islam, maka kami segera masuk Islam. Berjilbab juga baik,
maka tante pun segera berjilbab”.
“Tuh Fahira, dengerin...”, ujar Azizah. Merasa
terkepung oleh tatapan Azizah dan ibunya, Fahira kabur menonton TV diruangan
lain.
Selesai shalat tarawih Fahira masuk ke kamar
kakaknya. Keluarga om Joshep sudah pulang. Ia naik ke atas tempat tidur Azizah
dan memperhatikan kakaknya yang sedang bertadarus. Selesai tadarus Azizah duduk
di dekat adiknya, ia sudah tahu kebiasaan adiknya itu kalau malam-malam begini
masuk ke kamarnya dan diam saja, berarti ia ingin curhat, yah..mudah-mudahan
saja kali ini curhatnya bukan tentang Cherrybelle.
“Kak..”, Fahira memulai, “Memangnya om Joshep mau
disunat, ya?”
Azizah langsung kaget, agak gugup juga ia menerima
pertanyaan seperti itu dari adiknya, “Kamu tahu dari mana?”
“Fahira kan tahu, kalau ada muaalaf laki-laki dia
harus disunat setelah masuk Islam”
“Trus, kenapa nanya?”
Fahira tampak menimbang-nimbang, kemudian lanjutnya,
“Kalau om Joshep disunat setelah masuk Islam, dan tante Maryam pakai jilbab
setelah masuk Islam, apa wajibnya sunat dan pakai jilbab itu sama??”
Azizah jadi gugup lagi, ia tak menyangka adiknya
bisa mengambil kesimpulan seperti itu, ia berpikir sejenak untuk menjawab,
“Standar sama dan tidaknya kakak kurang tahu, tetapi sunat untuk lelaki dan
berjilbab untuk perempuan memang hukumnya sama-sama wajib. Dan kalau dipikir
lagi, dua hal tersebut pada dasarnya memang bertujuan untuk membedakan muslim
dan non-muslim”
“Tetapi kak, biarawati juga pakai jilbab, berarti
bukan membedakan dengan yang non-muslim dong?”
Azizah membenarkan posisi duduknya, “Pada dasarnya
agama orang Yahudi dan Kristen itu juga berasal dari Allah. Tetapi kemudian
banyak manusia yang mengacak-acaknya, sehingga muncullah agama Islam sebagai
agama yang paling sempurna, dan ditetapkan Allah sebagai satu-satunya agama
yang diterima Allah. Bersunat dan berjilbab itu sebenarnya juga ada dalam hukum
agama orang Yahudi dan Nasrani, tetapi mereka tak mau melaksanakannya dengan alasan
bermacam-macam yang pada intinya adalah TIDAK MAU. Karena itu Islam sebagai
agama penyempurna mewajibkan pengikutnya melaksanakan kewajiban tersebut agar
berbeda dengan non-muslim. Kamu mengerti ?”
Fahira mengangguk-angguk dan memperlihatkan wajah seriusnya
sebagai tanda ia mengerti, “Kalau begitu nanti Fahira mau pakai jilbab supaya
jadi muslimah yang taat pada perintah Allah”, ujarnya sambil tersenyum manis.
Azizah terharu mendengar keputusan Fahira itu, ia
memeluknya dan tak henti-henti bertasbih kepada Allah. Kemudian Azizah membuka
lemari dan memberikan selembar jilbab biru untuk adiknya, “Kakak beli ini sudah
lama, niatnya sih mau dikasih ke Fahira sebagai jilbab pertama yang Fahira
pakai”
Fahira nyengir lebar sambil menerima jilbab baru
dari kakaknya. Diluar, angin Ramadhan bertiup lembut menyejukkan, bulan
tersenyum manis menatap dua muslimah yang saling menyayangi karena Allah, dan
malaikat semakin merendahkan sayapnya, menulis amalan dan melantunkan do’a-do’a
untuk mereka.
No comments:
Post a Comment