Nusantara

Friday, August 10, 2012

Ramadhan dan Jilbab Baru Fahira



Sinar matahari bersinar sangat terik seolah sengaja ikut menguji manusia-manusia yang sedang berpuasa dibawahnya. Panasnya yang menyengat terasa membakar ubun-ubun dan menjalar kebawah sampai masuk ke dalam kerongkongan. Udara benar-benar tidak bersahabat sama sekali, begitu juga dengan lingkungan, debu-debu dan asap kendaraan ikut menguji kestabilan emosi.
Fahira menyeka keringat yang menetes dari dahinya, “Kenapa sih Ramadhan kok panas banget ? Seharusnya kan adem soalnya lagi banyak yang puasa !”, keluhnya untuk kesekian kali, lalu matanya menatap nanar pada iklan teh botol yang dipajang besar-besar dipinggir jalan. Botol teh itu dipenui butir-butir air karena baru keluar dari kulkas dan kesegarannya benar-benar menguji kesabaran “Itu lagi, teh botol, udah tau banyak yang puasa, ga usah narsis gitu, kek..bikin emosi aja”.
Azizah menoleh kearah Fahira dan tersenyum geli, adiknya itu memang suka ceplas- ceplos kalau bicara, “Namanya juga Ramadhan, yang artinya panas yang membakar, berarti bulan Ramadhan memang selalu terjadi di musim yang panas”
“Trus kenapa kita musti puasa di bulan Ramadhan pas lagi panas-panasnya? Kenapa ga’ bulan Februari atau Juni, gitu??”, Fahira mendesak kakaknya, ia memang tidak puas dengan jawaban yang simple.
Azizah tersenyum lagi, “Karena Allah memang mewajibkan kita untuk puasa di bulan Ramadhan. Hikmahnya adalah kebersamaan,  karena bulan Ramadhan sangat panas dan pastinya sulit untuk menahan haus dan lapar, Allah mewajibkan kita puasa di bulan itu agar semua muslim didunia merasakan kesulitan itu bersama-sama. Dengan menanggung kesulitan bersama-sama, akan muncul toleransi, kasih sayang, tolong menolong dan kebersamaan yang indah, begitu adikku sayang”, ujar Azizah sambil mencubit pipi Fahira gemas.
Fahira bersungut karena cubitan kakaknya, tetapi kemudian ia mengangguk-angguk dan terlihat berpikir dalam-dalam. Azizah semakin geli melihat ekspresi serius adiknya itu, sebenarnya ia ingin menggunakan kata-kata yang menurutnya sesuai untuk menasehati anak SD seperti Fahira, tetapi ia ingat respon dan kata-kata Fahira dulu, “Kakak kok cara ngomongnya gitu, sih? Kakak kan udah sarjana, ngomong sama Fahira jangan kaya ngomong sama anak kecil gitu, dong”.
O..O..!! Saat itu rasanya Azizah ingin mengucek-ucek wajah sok dewasa Fahira seperti kucekan baju saat mencuci, ia gemas dengan kata-kata adiknya itu, sok oke sekalee..padahal saat itu dia memang masih kecil, baru juga naik kelas 4 SD !

Fahira memang anak yang cerdas dan pintar, hanya saja terkadang ia sok dewasa dan sok benar, selain itu sifat keras kepala dan ceplas-ceplosnya sering membuat orang-orang disekelilingnya gemas. Tetapi Azizah tahu adiknya itu sangat penyayang dengan orang lain, apalagi dengan anak-anak yang lebih kecil, juga kepada para lanjut usia, sikapnya sangat hormat dan lembut. Selain itu, hal yang juga disukai Azizah dari adiknya itu adalah kecintaannya kepada lingkungan, ia pernah melihat Fahira marah-marah kepada abang tukang balon yang kepergok olehnya membuang sampah balon kempes sembarangan. Mungkin besar nanti Fahira akan jadi Mentri Lingkungan Hidup, hehe..
Sekarang Fahira sudah kelas 6 Sekolah Dasar. Tantangan terberat Azizah saat ini dalam menghadapi Fahira adalah penolakannya terhadap jilbab, apalagi tekad Fahira yang sudah bulat untuk lebih memilih masuk SMP Negeri dari pada Pesantren. Padahal Fahira belajar di sekolah islam yang mewajibkan siswanya memakai jilbab, tetapi setiap pulang sekolah Fahira melepas lagi jilbabnya. Alasannya ada-ada saja, entah itu panas, kepalanya gatal, pusing, mual, segala macam ia sebutkan padahal intinya satu, t-i-d-a-k m-a-u. Ditambah lagi sekarang sedang marak-maraknya boyband dan girlband, untuk anak-anak yang sedang masa-masanya alay seperti Fahira, Azizah mewajari kalau Fahira menjadi salah satu penggemar berat Cherrybelle, tetapi ia khawatir gaya-gaya mereka juga ditiru adiknya dan membuatnya semakin berat mengenakan jilbab.
Ia sudah mengajak diskusi adiknya itu dan menjabarkan beberapa bukti kuat dari Al-Qur’an dan hadist bahwa anak perempuan yang sudah dewasa/baligh harus mengenakan jilbab, tetapi Fahira menolaknya dengan alasan bahwa ia belum haid dan belum dewasa. Memang benar, sih..tetapi, kan maksud Azizah adalah agar ia terbiasa dengan jilbab, dan nantinya setelah ia baligh benar-benar mengenakan jilbab tanpa ingin melepas lagi. Kemudian setelah berbicara panjang lebar, Fahira menggengggam tangan Azizah kuat-kuat lalu berkata,
“Kakak, pleassse..Fahira bener-bener ENGGAK mau, sekarang kakak doain aja, ya, semoga Fahira cepet-cepet dapet hidayah dari Allah, oke??”, kemudian ngeloyor pergi meninggalkan Azizah yang bengong dengan tangan masih terkepal.
Ibu mereka menasehati, “Biarkan dulu, jangan terlalu dipaksa. Sekarang Azizah lebih fokuskan dengan memberi teladan yang baik pada Fahira, nanti dia akan menilai sendiri bahwa berjilbab memang lebih baik”
“Kalau seandainya tidak??”
“Insha Allah Fahira pasti berjilbab, percaya sama adikmu”
Azizah terdiam, Baiklah..ia akan percaya bahwa Allah akan memberi hidayah untuk Fahira, dan ia juga akan memberi kepercayaan lebih kepada adiknya itu bahwa Fahira pasti akan memilih yang baik.
“Kak, ayo pulang, panas, nih..”
Seruan Fahira itu mengagetkan Azizah yang sedang hanyut oleh lamunannya. Ia bersiap-siap naik keatas motor Mio, siang ini ia memang sedang menjemput Fahira pulang sekolah. Mata Azizah melirik kearah bergo putih yang dipakai Fahira, “Kapan Fahira mau benar-benar pakai jilbab?”
“Aduuuh, kakak, nanti aja deh bahasnya. Inget loh..habis asar nanti, om Joshep dan istrinya mau masuk Islam!”
“Oh iya! Yuk, pulang..”, Azizah langsung menyalakan motornya dan beberapa saat kemudian ia dan adiknya yang duduk diboncengan sudah melesat menembus keramaian jalanan ibu kota.
Setelah asar, Azizah, Fahira dan kedua orang tua mereka sudah berada di dalam masjid untuk menjadi saksi Om Joshep dan istrinya masuk Islam. Om Joshep adalah sahabat ayah mereka, karena kedekatan batin yang kuat, keluarga mereka diminta ikut menyaksikan peristiwa sakral itu. Azizah merasa gemetar ketika shahadat mulai dibacakan, ia melihat Fahira memegangi tangan ibu dan ayahnya tampak begitu serius memperhatikan sahabatnya mengambil langkah baru yang akan menjadi perubahan terbesar dalam hidupnya. Pertama kali ini Azizah ikut merasakan dahsyatnya rasa haru dan bahagia yang tak terkira karena bertambahnya saudara baru seagama. Masha Allah..
Setelah selesai ayah mengajak om Joshep dan istrinya untuk ikut berbuka puasa dirumah mereka yang memang dekat dari kawasan masjid, walaupun pasangan mualaf itu belum berpuasa. Sampai dirumah, Fahira yang cerewet mulai melontarkan pertanyaan-pertanyaan, “Om, tante..kenapa sih masuk islamnya sekarang? Trus kenapa Tante mau langsung pakai  jilbab, kan panas tante..kenapa ga’ nanti aja kalau sudah selesai puasa??”
Azizah mencubit lengan Fahira karena menurutnya kurang sopan. Istri om Joshep tersenyum, lalu menjawab, “Awalnya tante malah mau masuk islamnya setelah Ied Fitri saja, soalnya tente masih dibayangi beratnya puasa sebulan penuh. Tapi, tante ga’ mau kalah dong sama Fahira, Fahira saja yang masih SD bisa, masa tante ga’ bisa”. Semuanya tertawa mendengar jawaban istri om Joshep itu. Fahira tampak nyengir lebar, tetapi ia kelihatan belum puas.
Istri om Joshep melanjutkan, “Selain itu, kebaikan itu sebaiknya disegerakan, jangan ditunda-tunda. Tante dan Om alhamdulillah sudah yakin dengan Islam, maka kami segera masuk Islam. Berjilbab juga baik, maka tante pun segera berjilbab”.
“Tuh Fahira, dengerin...”, ujar Azizah. Merasa terkepung oleh tatapan Azizah dan ibunya, Fahira kabur menonton TV diruangan lain.
Selesai shalat tarawih Fahira masuk ke kamar kakaknya. Keluarga om Joshep sudah pulang. Ia naik ke atas tempat tidur Azizah dan memperhatikan kakaknya yang sedang bertadarus. Selesai tadarus Azizah duduk di dekat adiknya, ia sudah tahu kebiasaan adiknya itu kalau malam-malam begini masuk ke kamarnya dan diam saja, berarti ia ingin curhat, yah..mudah-mudahan saja kali ini curhatnya bukan tentang Cherrybelle.
“Kak..”, Fahira memulai, “Memangnya om Joshep mau disunat, ya?”
Azizah langsung kaget, agak gugup juga ia menerima pertanyaan seperti itu dari adiknya, “Kamu tahu dari mana?”
“Fahira kan tahu, kalau ada muaalaf laki-laki dia harus disunat setelah masuk Islam”
“Trus, kenapa nanya?”
Fahira tampak menimbang-nimbang, kemudian lanjutnya, “Kalau om Joshep disunat setelah masuk Islam, dan tante Maryam pakai jilbab setelah masuk Islam, apa wajibnya sunat dan pakai jilbab itu sama??”
Azizah jadi gugup lagi, ia tak menyangka adiknya bisa mengambil kesimpulan seperti itu, ia berpikir sejenak untuk menjawab, “Standar sama dan tidaknya kakak kurang tahu, tetapi sunat untuk lelaki dan berjilbab untuk perempuan memang hukumnya sama-sama wajib. Dan kalau dipikir lagi, dua hal tersebut pada dasarnya memang bertujuan untuk membedakan muslim dan non-muslim”
“Tetapi kak, biarawati juga pakai jilbab, berarti bukan membedakan dengan yang non-muslim dong?”
Azizah membenarkan posisi duduknya, “Pada dasarnya agama orang Yahudi dan Kristen itu juga berasal dari Allah. Tetapi kemudian banyak manusia yang mengacak-acaknya, sehingga muncullah agama Islam sebagai agama yang paling sempurna, dan ditetapkan Allah sebagai satu-satunya agama yang diterima Allah. Bersunat dan berjilbab itu sebenarnya juga ada dalam hukum agama orang Yahudi dan Nasrani, tetapi mereka tak mau melaksanakannya dengan alasan bermacam-macam yang pada intinya adalah TIDAK MAU. Karena itu Islam sebagai agama penyempurna mewajibkan pengikutnya melaksanakan kewajiban tersebut agar berbeda dengan non-muslim. Kamu mengerti ?”
Fahira mengangguk-angguk dan memperlihatkan wajah seriusnya sebagai tanda ia mengerti, “Kalau begitu nanti Fahira mau pakai jilbab supaya jadi muslimah yang taat pada perintah Allah”, ujarnya sambil tersenyum manis.
Azizah terharu mendengar keputusan Fahira itu, ia memeluknya dan tak henti-henti bertasbih kepada Allah. Kemudian Azizah membuka lemari dan memberikan selembar jilbab biru untuk adiknya, “Kakak beli ini sudah lama, niatnya sih mau dikasih ke Fahira sebagai jilbab pertama yang Fahira pakai”
Fahira nyengir lebar sambil menerima jilbab baru dari kakaknya. Diluar, angin Ramadhan bertiup lembut menyejukkan, bulan tersenyum manis menatap dua muslimah yang saling menyayangi karena Allah, dan malaikat semakin merendahkan sayapnya, menulis amalan dan melantunkan do’a-do’a untuk mereka.


No comments:

Post a Comment