Pengertian Khitbah dan adab melakukannya.
Khitbah atau meminang adalah meminta
seorang wanita untuk dinikahi dengan cara yang dikenal di tengah masyarakat.
Jika telah terjadi kesepakatan atau janji pernikahan, peminang dan wanita yang
dipinang tetap harus bersikap seperti ajnabi ( orang asing) dan terikat pada
hukum-hukum tertentu sampai terjadinya akad pernikahan diantara keduanya[1].
Adab melakukannya adalah :
a. Pinangan kepada gadis atau janda
yang sudah habis masa iddahnya,Boleh dinyatakan secara terang-terangan.
b.
Pinangan kepada waniya yang masih
ada dalam iddah talak bai’in atau iddah di tinggal mati suaminya.Tidak boleh di
nyatakan secara terang-terangan.Pinangan kepada mereka hanya boleh dinyatakan
secara sindiran saja. “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita
itu dengan sindiran,atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu”. (Al-Baqoroh : 235)[2]
Sifat-sifat wanita yang dianjurkan untuk dipinang/dinikahi[3] :
1. Disunnahkan untuk melihat pada agamanya. Sehingga wanita tersebut memiliki sifat adil, ketaatan kepada Tuhannya dan menjaga kehormatan. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari)
2. Perawan. Memilih wanita yang masih perawan sangat dianjurkan karena bisa memberikan rasa kasih sayang yang lebih dari suaminya, membuat perasaan cinta antara keduanya lebih sempurna karena tidak adanya rasa cemburu dari mantan suami sang wanita. Dari Aisyah r.a, ia berkata; “Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau pergi ke sebuah lembah dan di lembah tersebut terdapat sebuah pohon yang sebelumnya telah dimakan (oleh hewan gembalaan) dan engkau mendapatkan pohon yang lain yang sama sekali belum dimakan (oleh hewan gembalaan) maka pohon manakah yang akan engkau gembalakan ontamu?”, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Pada pohon yang belum dimakan oleh hewan gembalaan” Maksud ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikahi seorang gadis perawanpun kecuali dia.(HR.Bukhori)
3. Jelas nasabnya. Wanita yang jelas nasabnya berarti jelas garis keturunannya. Apakah ia berasal dari keluarga baik-baik ataukah tidak. Apakah orang tuanya soleh dan keluarganya taat beragama. Karena dengan demikian maka sifat-sifat terpuji atau tercela bisa diketahui dengan lebih mudah. Bukan berarti nasab adalah kekayaan dan kedudukan wanita tersebut, tetapi lebih kepada posisinya dan keluarganya.
4. Dianjurkan tidak berasal dari keluarga dekat, tetapi berasal dari keluarga jauh ataupun orang asing lebih baik. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa jika suatu saat terjadi perceraian dan akhirnya terputus silaturrahmi dengan kerabatnya tersebut, padahal diperintahkan untuk menyambung silaturrahmi. Ada hadist yang mengatakan ; “Janganlah kalian menikah dengan kerabat yang dekat (nasabnya) karena sang anak akan lahir dalam keadaan lemah”. Ibnu As-Solah mengomentari hadits ini, “Aku tidak menemukan bagi hadits ini asal yang bisa dijadikan pegangan”. Dan Berkata Ibnu Hajar, “Adapun pendapat sebagian penganut madzhab syafi’iah bahwasanya disunnahkan agar sang wanita (calon istri) bukan dari karib kerabat dekat. Maka jika landasan pendapat ini adalah hadits maka sama sekali tidak ada, dan jika landasannya kepada pengalaman yaitu kebanyakan anak dari pasangan suami istri yang dekat hubungan kekerabatan mereka berdua adalah anak yang bodoh, maka bisa dijadikan landasan (jika memang terbukti pengalaman tersebut)…”.
5. Wanita yang sangat penyayang dan subur. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak(subur) karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat(HR.Ibnu Hibban)
6. Berparas cantik/menarik. Diriwayatkan dari Rosulullah SAW, bahwa beliau bersabda; “ Wanita yang paling banyak membawa berkah adalah wanita yang paling cantik/ menarik wajahnya dan paling sedikit maharnya”
7. Wanita yang baliqh dan berakal.
8. Yang sedikit maharnya. Berkata Aisyah r.a, “Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling mudah maharnya”.(HR. Ahmad, Hakim dan Baihaqi)
9. Wanita yang berakhlak mulia.
Sifat-sifat dari lelaki yang
dianjurkan untuk menikah dengannya :
Semua sifat
yang dianjurkan dari seorang wanita juga berlaku untuk lelaki, hanya
berhati-hati saat memilih wanita yang akan dinikahi lebih didahulukan. Karena
wanita adalah teman yang selalu mendampingi perjuangan suaminya. Selain itu hak
untuk mentalaq berada ditangan suami.
Walaupun begitu, memilih lelaki untuk dijadikan suami
juga perlu diperhatikan oleh wanita, apalagi walinya. Dari Abu Hurairoh, Rosulullah
SAW bersabda, “ Jika seorang datang mengajukan pinangan kepadamu yang kalian
ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia(dengan anakmu), jika tidak maka
akan tersebar fitnah di dunia dan akan terjadi kerusakan yang besar”(HR.Tirmidzi).
Seorang lelaki berkata kepada Hasan Ibnu Ali, “Aku memiliki seorang anak
perempuan, bagaimana pendapatmu tentang lelaki yang akan aku nikahkan
dengannya?”.Hasan menjawab, “ Nikahkanlah ia dengan lelaki yang bertakwa
kepada Allah. Jika ia (lelaki itu) mencintainya,
maka ia akan menghormatinya. Dan jika ada yang tidak ia suka darinya, maka ia
tak akan mendzoliminya”.
Hukum melihat wanita pinangan[4] :
Islam sangat
menjunjung tinggi kekekalan rumah tangga, begitupun rasa cinta dan kasih sayang
antara suami istri. Karena itu dibolehkannya peminang dan wanita yang dipinang
melihat satu sama lain. Sehingga muncul ketenangan dihati keduanya dan
menghilangkan keraguan-keraguan sebelum menikah, dengan syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Harus
berazzam(niat kuat) untuk menikah.
2.
Niat harus berlandaskan pinangan,
bukan untuk melihat aurat muslim yang lain
3.
Melihat harus terbebas dari fitnah
dan khuluwah (berdua dengan selain mahram)
4.
Yang dilihat harus sesuai dengan
peraturan syari’at.
5. Lelaki yang
meminang harus tahu bahwa wanita pinangannya bebas dari ikatan nikah dan iddah.
Lelaki dan
wanita yang sudah bertunangan juga diperbolehkan menyampaikan kekurangan dan
keburukan masing-masing, hal ini diperbolehkan dan tidak dianggap sebagai
ghibah yang haram.
Dalil yang memperbolehkan melihat[5] :
·
Dari Mughirah Ibnu Syu’aibah bahwa
ia meminang seorang wanita, maka Rosulullah SAW berkata kepadanya, “Lihatlah
ia, maka hal itu membebaskan dari penyesalan antara kalian berdua”(HR.
Tirmidzi)
·
Hadist Rosulullah SAW dalam kisah
Jabir; “Jika salah seorang dari kalian meminang wanita dan ia bisa melihat
kepada hal yang membuatnya ingin menikahinya, maka lakukanlah” (HR. ABU
Daud dan Hakim)
Batasan yang boleh dilihat dari
wanita yang dipinang[6]:
Ada beberapa
pendapat ulama tentang batasan anggota badan yang boleh dilihat oleh lelaki
peminang terhadap pinangannya, tetapi pendapat Jumhur Ulama dianggap paling
sohih;
·
Pendapat Jumhur Ulama, hanya boleh
melihat wajah dan dua pergelangan tangan. Dengan dalil surat an-Nuur:31: “Dan
janganlah mereka memperlihatkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak
darinya”. Hikmah dari hanya diperbolehkannya melihat dua anggota tersebut,
bahwa wajah mewakili kecantikan, dan dua pergelangan tangan sebagai bukti
kesuburan.
·
Menurut mazhab Hanbali juga boleh
melihat leher, dua tangan dan dua kakinya.
·
Mazhab Ibnu Hazm dan Daud
membolehkan melihat seluruh anggota tubuhnya.
Hukum meminang wanita yang telah
dikhithbah[7] :
·
Jika wanita yang sudah dipinang
telah memberikan jawaban untuk menerima pinangan lelaki pertama, maka
diharamkan untuk lelaki kedua meminangnya. Berdasarkan hadist Rosulullah SAW, “Tidaklah
seorang muslim meminang diatas pinangan muslim yang lain, kecuali peminang
meninggalkannya(pertunangan tersebut) atau memberikan izin kepadanya”
(HR.Bukhori). Hadist ini juga menjelaskan jika lelaki pertama yang meminang
telah elepas pinangannya dan telah memberi izin kepada lelaki kedua, maka
lelaki kedua boleh mengajukan pinangan.
·
Jika wanita yang telah dipinang
telah menolak lelaki pertama maka dibolehkan meminang wanita tersebut dengan
izinnya dan walinya.
·
Jika wanita yang telah dipinang
belum jelas bahwa ia menerima pinangan lelaki pertama, tetapi lelaki kedua
mengetahui bahwa wanita tersebut mencintainya, terdapat dua pendapat dari Imam
Syafi’i; -Qadim : lelaki kedua haram mengkhitbahnya, -Jadid : Boleh
mengkhitbah.
·
Jika tidak terdapat jawaban menerima
atau menolak atas pinangan pertama, maka lelaki kedua boleh meminangnya.
Hal-hal yang sunnah/dianjurkan dilakukan saat
khitbah dan pernikahan[8] :
1. Disunnahkan
untuk menyampaikan khutbah sebelum acara khitbah dan pernikahan dengan syarat
tidak terlalu panjang.
2.
Disunnahkan untuk berdo’a setelah
akad dan menyampaikan do’a kepada kedua mempelai ketika bertemu dijalan,
contohnya dengan mengucapkan “Barakallah lakuma wal barakah ‘alaikuma wa jama’a
bainakuma fi khair”
3.
Disunnahkan untuk menghadirkan
banyak ahli soleh sebagai saksi agar lebih dari dua orang saksi dalam akad.
4.
Wali mewakilkan perwaliannya kepada
orang yang lebih soleh dan lebih mulia.
5.
Dibolehkan memainkan rebana dan
alat-alat musik
6.
Mencium kening istri setelah akad
nikah dan berkata, “Semoga Allah memberkahi kita”
7.
Membawa hadiah untuk pengantin
8.
Mengenakan perhiasan ketika menikah
9.
Boleh membawa wanita dan anak kecil
diacara pernikahan dengan tetap memperhatikan batasan syari’at pada pakaian dan
perhiasan.
10. Wanita boleh
bercampur dengan lelaki diacara pernikahan dengan tetap memperhatikan batasan
pada pakaian, suara dan gerakan.
11. Disunnahkan
untuk melaksanakan resepsi dan menyebarkan undangan.
No comments:
Post a Comment