Nusantara

Saturday, May 4, 2013

Tumbal



Tiba-tiba nemu file ini, cerpen zaman baheula (emang baheula sebenernya siapa sih? :o). Tapi file pertama dari cerpen ini hilang, yang aku temuin cuma lanjutannya..:( Eniwe, cerpen ini berjudul “Tumbal”, pengaruh dari ketertarikanku tentang illuminati saat itu(bukan berarti aku pengikut yah..haha :D) dan juga karena baru saja dengar legenda tentang tumbal gadis-gadis cantik di sungai Nile (Wajarlah..saat itu masih anak baru, banyak informasi sana-sini yang rada hiperbola, dan akibatnya bisa dilihat juga di cerpen ini, khususnya pada penamaan tokoh, haha :P). 




Darah dalam tubuh tua Brone terasa mendidih. Ia berdiri dari posisinya yang berlutut dikaki Dewa Blorenjick dengan tangan terkepal. Wajahnya  menegang dan berwarna merah marah, tidak akan pernah terdetik dihatinya untuk membiarkan anak lelakinya jadi anjing pelayan seperti para kaki tangan itu. Tak akan pernah !
     “Anakku tidak akan pernah jadi malaikat, Tuan..tidak akan. Seperti  putriku yang tidak akan pernah jadi sesembahan untuk Tuhanmu”, kata-katanya dingin
     Dewa Blorenjick mengangkat sebelah alisnya, sedangkan sepuluh lelaki diruangan itu bergerak geram mendengar kata-kata lancang Brone yang benar-benar mengagetkan mereka. Tapi beberapa detik  kemudian tawa keras Dewa Blorenjick menggelegar  diseluruh ruangan. Ia menatap wajah tua Brone dengan bibir menyeringai.
     “Ha…ha…ha…mengharukan sekali, kamu dan istrimu ternyata merelakan diri kalian untuk sebuah pembangkangan yang sia-sia, kamu pasti tahu akibat dari tindakan kalian tentunya..”, Dewa Blorenjick berkata di ujung tawanya, matanya menatap serius kearah Brone yang mencoba berdiri tegar.
“Apa yang kamu harapkan dari melawan kehendak Penguasa langit, Brone??”, tanyanya.
“Aku tidak percaya dengan kepercayaan keparat kalian !!! Tidak ada Tuhan yang meminta nyawa tak bersalah sebagai sesembahan untuknya !! Tuhan yang sebenarnya  tidak seperti itu…Tidak seperti itu !! semua nyawa-nyawa perempuan itu hanya untuk kepentinganmu saja, ..Dasar kau penyihir licik !!!”, Brone berkata dengan keras dan berapi-api, seolah kata-kata itu telah lama mengendap di hatinya dan sekarang meloncat keluar tak tertahankan.
Dewa Blorenjick berdiri dari duduknya dan merentangkan dua tangannya yang diselimuti jubah hitam panjang, ia berseru dengan keras sambil menengadah menatap langit-langit, “Penguasa langit berkata..!!”,teriaknya keras, “Akan ada kerbau-kerbau hina yang  melenguhkan kata-kata pembangkangan untuk Tuhan mereka, apakah mereka pikir darah mereka yang kotor akan sampai kelangit ??? Tidak ! tetapi mengalir ditiap-tiap sungai sebagai pembawa bencana” …Haii…Sang Penguasa Langit !! hari ini aku akan mengalirkan darah kerbau-kerbau yang telah engkau hinakan, akan aku jadikan mereka pelajaran untuk hamba-hambamu yang lain,..dan mayat-mayat mereka tergantung sampai busuk, dengan pandangan-pandangan hina yang tak henti-hentinya…!!!”
Tubuh Brone bergetar hebat,
tetapi ia masih berdiri tegak. Teriakan Dewa Blorenjick dan kata-katanya itu membuat persendiaannya lemah. Tetapi apapun yang akan terjadi, ia tak akan pernah menyesali perbuatan dan keputusannya itu. Brone mendengar istrinya terisak dan anak lelakinya meraung sambil meronta-ronta di pelukan ibunya. Ia berjalan mendekati mereka dan berlutut disamping istrinya.
“Jangan khawatir…Tuhan yang sebenarnya akan menghargai  pengorbanan kita, semua yang diucapkan Blorenjick cuma omong kosong yang dia karang-karang  sendiri,” ujar Brone mencoba menguatkan istrinya yang  gemetar. Istrinya  mengangguk dan memeluk putranya lebih erat.
Brone membelai kepala putranya,ia tidak bisa menahan air matanya untuk kali ini, “Joody, aku dan ibumu melakukan perbuatan yang benar, jangan percaya dengan Tuhan-Tuhan yang mereka ucapkan,jaga dirimu baik-baik,nak…Dan jangan cari kakakmu, biarkan dia mencari hidupnya sendiri”
Joody terisak, “ Tapi ..ayah dan ibu akan dibunuh oleh mereka.!!”, teriaknya.
Brone mencoba tersenyum, air mata mengalir dari mata tuanya yang lelah. Istrinya semakin terisak dan memeluk anaknya lebih erat lagi.
“Bawa mereka kealun-alun desa !”, perintah Dewa Blorenjick.
Beberapa lelaki  diruangan itu menarik tubuh Brone dan mengikat tangannya . Mereka juga mencoba memisahkan tubuh kurus Joody yang memeluk ibunya dengan erat. Wanita tua dan lemah itu tidak bisa berbuat apa-apa saat lelaki berpakaian hitam itu menarik tubuhnya sampai ia terjerembab. Joody berteriak-teriak keras mencoba dilepaskan, dan dengan tiba-tiba ia menggigit tangan pengikut Blorenjick hingga lelaki itu menarik tangannya sambil berteriak kaget. Joody langsung berlari menuju kamar medica yang ada disebelahnya. Dewa Blorenjick berteriak geram
“Kejar anak sialan itu !! Kurung dia dipenjara bawah tanah sampai mati!!”
Gaonny semakin gemetar melihat dua orang lelaki berpakaian hitam berlari menyusul Joody yang melarikan diri. Ia yakin anaknya itu keluar melalui jendela dan sedang mencari tempat bersembunyi. Ia melihat Brone suaminya menengadah kelangit sambil berdoa, Gaony semakin terisak dan hatinya berteriak memanggil Tuhan yang selama ini diyakininya. Oh...Tuhanku...aku serahkan keselamatan anak-anakku kepada-Mu, Engkaulah yang Maha melindungi dan Maha mengasihi, selamatkan hidup mereka, wahai Tuhan yang mendengar do'a hamba-Nya.....
     Dewa Blorenjick mendekati  Brone yang berjalan tertatih sebelum dibawa keluar dari rumah, “Kau bilang aku penyihir, Brone…Jadi menurutmu, sihir apa yang pantas untuk anak gadismu yang melarikan diri itu ??? Bagaimana jika aku mengubahnya menjadi seekor  babi??”
Puhh…!!
Dewa Blorenjick menghapus ludah dimukanya, ia menatap Brone dengan wajah penuh kemarahan, “Akan ku ubah anakmu lebih buruk dan lebih menderita dari itu,”ujarnya geram.
“Perintahkan semua warga untuk menyaksikan pembantaian dua kerbau hina ini”lanjutnya kepada salah satu malaikatnya dan kemudian ia berjalan sambil menyibakkan jubah hitamnya yang panjang.
     Medica berlari sekuat tenaga. Air mata yang terus mengalir sesekali menutup pandangannya, tetapi ia berlari seperti tak sadarkan diri, terus berlari menyibak semak-semak dan tak perduli dengan duri-duri tajam yang mengores lengannya, juga tak perduli dengan teriakan parau Scorlene. Ia hanya ingin sampai dirumahnya secepat mungkin, sebelum tangan-tangan kotor pengikut Blorenjick menyentuh kulit orang tuanya, sebelum semuanya terlambat dan penyesalan seumur hidup itu  terjadi. Ia tak akan memaafkan dirinya untuk pengorbanan ini, apapun alasan orang tuanya, mereka tidak boleh mati karenanya.
Scorlene berteriak memanggil tanpa henti, tubuhnya yang gemuk membuat larinya kalah cepat dengan Medica, ia berteriak sambil menangis, ia berteriak seperti orang gila,ia berteriak karena membenci dirinya yang tidak bisa membuat Medica pergi sejauh mungkin, karena tidak bisa menyelamatkan orang yang disayanginya. Nafasnya tersengal karena lelah, tubuhnya gemetar karena dingin dan kenyataan yang paling ia takutkan. Tetapi Medica seolah tak mendengar teriakannya, sahabatnya itu terus berlari tanpa bisa dihentikan. Scorlene semakin menderita..
Tiba-tiba tubuh Medica terjerembab di tanah yang becek karena hujan, Scorlene mempercepat larinya untuk menahan Medica, tetapi sahabatnya itu langsung berusaha berdiri lagi. Scorlene panik, ia berteriak memanggil
“Medica..!!! Jangan lari...jangan lari..!!”
Medica menoleh sebentar tetapi langsung berlari lagi, kakinya yang terkilir membuat larinya tidak begitu cepat. Tetapi malang, kakinya justru terperosok dan ia jatuh bergulingan beberapa kali ditanah yang menurun. Ketika ia mencoba berdiri lagi, Scorlene telah bersimpuh disampingnya dan memegang tangannya erat. Ia mencoba berontak, tetapi Scorlene justru memeluk tubuhnya dengan kuat sambil menangis tersengal-sengal.
“Lepaskan aku !!”
     “Maafkan aku, Medica...hiks..hiks..tapi kamu harus pergi, orang tuamu sudah menentukan pilihan, mereka akan sedih kalau kau kembali ke desa, kamu pasti akan dibunuh oleh mereka..hiks”
     Medica melepaskan tubuhnya dari pelukan Scorlene, “Tapi aku tidak bisa membiarkan mereka membunuh orang tuaku, aku harus menghentikan mereka, Scorlene...Aku harus !!”
     “Dengan apa ??!!!”, teriak Scorlene keras, “Apa yang bisa kamu lakukan?? kamu tak punya kekuatan apa-apa, Medica...kamu justru mengantar nyamamu sendiri kalau kamu kembali kesana..dan orang tuamu akan kecewa..hiks..hiks..”
     Medica menunduk, air mata mengalir deras dari matanya yang memerah, tetapi kemudian ia mengangkat wajahnya “Apakah kau percaya bahwa Blorenjick benar-benar dewa, Scorlene ??”
     Scorlene terperanjat dengan pertanyaan itu, ia diam sejenak lalu menggeleng.
     “Apakah kau percaya bahwa Sang Penguasa langit yang ia sebut benar-benar Tuhan yang sebenarnya ??!”
     “A..aku tidak tahu, Medica...”
     “Apakah kau percaya bahwa Tuhan memerlukan darah dari seorang wanita hanya untuk melindungi sebuah desa kecil dari penyakit dan penderitaan ??”
     Scorlene menggeleng sambil menangis.
     “Tidak, Scorlene...!! Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang memiliki segalanya, yang Maha Kuat, yang Maha mencintai, yang tidak butuh apa-apa untuk melakukan sesuatu, yang tidak membutuhkan apa-apa untuk kepentingan-Nya sendiri. Ia hanya berkata, maka terjadilah apa yang Ia kehendaki...Dialah Tuhan yang memiliki segala yang ada dilangit dan bumi. Apakah kita mau terus dibodohi oleh manusia yang mengaku dewa ?? atau oleh Tuhan tidak mampu berbuat apa-apa ???”
     Scorlene semakin terisak.
     Medica menghela nafas, “Ayahku selalu berkata begitu akhir-akhir ini,..Ia mengajakku mengenal Tuhan yang sesungguhnya, walaupun ia sendiri tidak tahu dimana Tuhan itu berada. Tetapi ia yakin, bahwa Tuhan yang sesungguhnya pasti tahu dan suatu saat kebenaran akan terungkap. Aku juga yakin itu, Scorlene..”
     “La..lalu apa yang akan kamu lakukan, Medica ??”
     Medica mencoba tersenyum, tetapi air matanya tak henti mengalir, “Aku hanya ingin melakukan apa yang ingin aku lakukan, karena aku percaya bahwa Tuhan yang sesungguhnya itu ada, tolong jangan halangi aku, Scorlene..bahkan jika aku mati, aku tak akan menyesal. Justru aku akan menyesal jika tak berbuat apa-apa ketika orang tuaku akan dibantai seperti hewan”
     “Te..tetapi aku tidak bi..bisa kehilanganmu, Medica..hiks..hiks..”
     “Semua makhluk akan mati, Scorlene...cepat atau lambat”
     Tengggg....Tenggggg....
     Suara lonceng terdengar dari arah desa. Medica dan Scorlene terkesiap. Berarti saat ini semua warga desa sedang berbondong-bondong menuju alun-alun. Akan ada sebuah upacara besar, seharusnya malam ini memang malam persembahan untuk Penguasa langit, dengan Medica sebagai putri persembahan. Tetapi malam ini akan berganti dengan pembantaian dua orang tua yang dituduh sebagai pembangkang Tuhan. Medica gemetar, ia berdiri sambil menatap langit, lalu menunduk kearah Scorlene yang masih bersimpuh ditanah.
     “Aku tak punya waktu lagi...”
Semburat matahari senja menyinari alun-alun desa yang sesak dipenuhi oleh warga. Semua yang hadir disana tampak berbisik-bisik sambil sesekali melirik kearah dua tiang besar yang ditancapkan tepat ditengah-tengah. Ada yang menatap penuh rasa kasihan, menggelengkan kepala tak berdaya, mencibir bahkan  ada yang dengan terang-terangan mengeluarkan makian untuk dua makhluk yang dianggap hina itu. Tepat didua tiang yang terpisah sekitar dua meter itu, Brone dan istrinya diikat dengan tubuh yang penuh luka oleh cambukan, sementara disamping kanan mereka seorang lelaki berpawakan besar dan kekar memegang cambuk yang siap dihantamkan ketubuh mereka kapan saja.
        Dewa Blorenjick berdiri ditempat kekuasaannya dan mengangkat tangan kanannya, seketika suasana berubah sepi. Warga yang hadir di tempat itu menatap lurus kearah lelaki yang selama ini mereka agungkan sebagai jembatan menuju kasih Tuhan, Sang Penguasa Langit. Mereka telah menyadari bahwa malam ini, dimulai ketika matahari telah benar-benar tenggelam dibarat, sebuah upacara suci akan digantikan dengan pembantaian kedua orang tua gadis yang diberitakan melarikan diri. Kejadian ini sempat membuat panik dan marah beberapa warga, karena bagaimanapun, jika abu dari tubuh gadis yang telah dipilih oleh Sang Penguasa Langit tidak disebar keseluruh desa, maka desa mereka akan dilanda bencana dan penderitaan untuk setahun lamanya.
     “Wahai semua warga yang dilindungi oleh kasih Tuhan”, Dewa Blorenjick memulai khotbahnya, “Tuhan bersabda :Akan ada kerbau-kerbau hina yang  melenguhkan kata-kata pembangkangan untuk Tuhan mereka, apakah mereka pikir darah mereka yang kotor akan sampai kelangit ??? Tidak ! tetapi mengalir ditiap-tiap sungai sebagai pembawa bencana !!”
     Warga berteriak-teriak panik, bahkan ada yang menangis karena ketakutan.
     Dewa Blorenjick kembali mengangkat tangan kanannya. Ia melanjutkan, “Tenanglah,..Sang Penguasa Langit adalah Tuhan yang penuh dengan kasih dan rasa ma'af, walaupun dua orang dari warga desa ini menjadi pembangkang-pembangkang Tuhan, tetapi setelah kita mengalirkan darah-darah mereka kesungai dan membiarkan tubuh mereka dimakan oleh burung pemakan bangkai, Sang Penguasa Langit akan memaafkan kita...”
     Suasana kembali riuh rendah.
     “Hanya saja...”, warga kembali diam dan tegang, “Kita tetap akan menerima azab dari Tuhan karena tidak menaburkan debu suci sebagai pelindung desa kita..”
     Suasana lebih ribut dari sebelumnya, beberapa orang mulai melemparkan benda-benda kearah Brone dan istrinya yang terikat tak berdaya.
     “Malam ini juga..darah dua kerbau hina ini akan kita alirkan kesungai-sungai !!”
     Seruan keras Dewa Blorenjick disambut dengan sorakan dan teriakan geram dari warga. Matahari semakin tenggelam di barat, suasana yang berangsur-angsur gelap mengiringi detik-detik kematian dua orang hamba yang tertunduk terpekur penuh penyerahan.
     Beberapa saat sebelumnya, ketika matahari belum sepenuhnya tenggelam, Medica berlari semakin dekat ke arah alun-alun dengan Scorlene disampingnya. Wajahnya yang disinari warna jingga terlihat memucat. Tiba-tiba dari balik sebuah rumah kayu milik seorang warga, Joody, adiknya yang berumur 7 tahun berlari kearahnya, ditangannya ada sebuah tombak kayu yang biasa dipakai untuk berburu.
     “Joody..!!!”, teriak Medica kaget dan langsung memburu tubuh adiknya. Mereka berdua berpelukan sambil menangis.
     Scorlene yang juga tampak terkejut berjongkok disamping keduanya, “Bagaimana kamu bisa ada disini, Joody ?? Dimana orang tua kalian ??”
     Joody melepas pelukannya, “Ayah dan ibu akan dibunuh malam ini, kak..mereka mengikat keduanya ditengah alun-alun desa, kita harus menyelamatkan mereka, kak..!!”
     Joody menyerahkan tombak yang ia bawa kepada Medica dan masuk secara paksa kedalam salah satu rumah, ia keluar sambil membawa satu tombak lagi. Medica mengangguk haru kearah adiknya dan mereka bertiga berlari menuju alun-alun dan menerobos kerumunan. Saat itu matahari telah menghilang.
     “Hentikaaann..!!!”, Medica berteriak kencang kearah lelaki tinggi besar yang memegang kapak ditangannya.
     Semua melihat kearahnya dan Joody yang berdiri dengan berani sambil mengacungkan tombak. Brone dan istrinya gemetar dan bergerak-gerak panik. Dewa Blorenjick tertawa terbahak di tempatnya.
     “Dengarkan semuanya..!!', Medica menghadap kearah kerumunan warga, “Aku bersumpah dengan nama Tuhan yangg sesungguhnya, bahwa Blorenjick bukanlah seorang Dewa, dan Penguasa langit bukanlah sebenarnya Tuhan !! Tidak ada Tuhan yang mengharapkan nyawa persembahan, tidak ada Tuhan yang membutuhkan debu untuk menghilangkan bala !! Tuhan yang sebenarnya adalah ia yang Maha memiliki dan Maha berkuasa atas langit dan bumi !!!”, seru Medica sambil menengadah ke langit. Dadanya bergemuruh, ia tak henti memanggil Tuhan dalam hatinya.
     Tiba-tiba langit berubah menjadi hitam pekat, awan bergerak cepat dan menggumpal-gumpal di angkasa. Cahaya kilat berkali-kali memenuhi langit dan menerangi bumi, di ikuti dengan guntur yang menggelegar keras.
     Dewa Blorenjick mengangkat dua tangannya ke angkasa, “Lihatlah semuanya !! Sang penguasa langit, Tuhan kita yang Maha perkasa sedang murka !!Akan ada bencana besar yang menimpa desa kita !! Semua karena pembangkang-pembangkang Tuhan itu !!”, teriaknya geram membakar kemarahan para warga.
     Hujan lebat kembali tumpah dari langit, kali ini dengan angin dan kilat yang menyambar. Medica berdiri tegar ditempatnya. Ia tidak percaya dengan penguasa langit yang disebut-sebut itu. Semua ini adalah tanda-tanda bahwa Tuhan yang sesungguhnya sedang menunjukkan kebenaran yang selama ini diingkari.
     “Wahai Tuhan yang sesungguhnya ! Yang maha berkuasa  !! Tunjukkan kebenaranmu pada kami yang merindukan kebenaran !!!”, teriak Medica sambil menatap langit, “Bahwa Engkaulah yang sepantasnya kami sembah, bahwa Engkaulah yang memiliki yang ada dilangit dan bumi !!!”
     Hujan dan angin kembali meyambar-nyambar dengan ganas. Dewa Blorenjick memerintahkan untuk menangkap Medica dan Joody, dan bersamaan dengan itu pula sebuah kilat menyambar dengan ganasnya kesatu arah, menciptakan api yang    berkibar dibawah guyuran hujan. Semuanya berteriak ngeri, dan bumi bergoncang dengan kuat. Tetapi ketika semuanya sadar bahwa kilat tadi telah membakar sesosok tubuh yang sekarang menggelepar meregang nyawa, semuanya terdiam membisu dengan tubuh gemetar. Dewa yang selama ini mereka agungkan sebagai jembatan menuju kasih Tuhan telah menghitam mengerikan. Bumi masih bergoncang dan kemudian disusul dengan bunyi debuman keras. Rumah kekuasaan  Blorenjick yang selama ini berdiri megah dan kuat telah ambruk tak berbentuk, rata dengan tanah.
     Medica tersungkur ditanah, ia menangis tak henti-hentinya dibawah guyuran hujan. Sementara goncangan bumi telah mereda, tetapi tak ada yang  berani bergerak. Semuanya masih terpaku melihat apa yang terjadi.
     Tuhan yang sesungguhnya, yang Maha berkuasa dan memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi telah menunjukkan kebenaran yang hakiki, bahwa hanya Dialah yang Maha dari segala Maha. Tidak ada sesuatupun yang bisa menyekutukannya.

No comments:

Post a Comment