Tiba-tiba nemu file ini, cerpen zaman baheula (emang baheula sebenernya siapa
sih? :o). Tapi file pertama dari cerpen ini hilang, yang aku temuin cuma lanjutannya..:( Eniwe, cerpen ini
berjudul “Tumbal”, pengaruh dari ketertarikanku tentang illuminati saat itu(bukan
berarti aku pengikut yah..haha :D) dan juga karena baru saja dengar legenda
tentang tumbal gadis-gadis cantik di sungai Nile (Wajarlah..saat itu masih anak
baru, banyak informasi sana-sini yang rada hiperbola, dan akibatnya bisa
dilihat juga di cerpen ini, khususnya pada penamaan tokoh, haha :P).
Darah
dalam tubuh tua Brone terasa mendidih. Ia berdiri dari posisinya yang berlutut
dikaki Dewa Blorenjick dengan tangan terkepal. Wajahnya menegang dan berwarna merah marah, tidak akan
pernah terdetik dihatinya untuk membiarkan anak lelakinya jadi anjing pelayan
seperti para kaki tangan itu. Tak akan pernah !
“Anakku tidak akan pernah jadi malaikat,
Tuan..tidak akan. Seperti putriku yang
tidak akan pernah jadi sesembahan untuk Tuhanmu”, kata-katanya dingin
Dewa Blorenjick mengangkat sebelah alisnya,
sedangkan sepuluh lelaki diruangan itu bergerak geram mendengar kata-kata
lancang Brone yang benar-benar mengagetkan mereka. Tapi beberapa detik kemudian tawa keras Dewa Blorenjick
menggelegar diseluruh ruangan. Ia
menatap wajah tua Brone dengan bibir menyeringai.
“Ha…ha…ha…mengharukan sekali, kamu dan
istrimu ternyata merelakan diri kalian untuk sebuah pembangkangan yang sia-sia,
kamu pasti tahu akibat dari tindakan kalian tentunya..”, Dewa Blorenjick
berkata di ujung tawanya, matanya menatap serius kearah Brone yang mencoba
berdiri tegar.
“Apa
yang kamu harapkan dari melawan kehendak Penguasa langit, Brone??”, tanyanya.
“Aku
tidak percaya dengan kepercayaan keparat kalian !!! Tidak ada Tuhan yang
meminta nyawa tak bersalah sebagai sesembahan untuknya !! Tuhan yang
sebenarnya tidak seperti itu…Tidak
seperti itu !! semua nyawa-nyawa perempuan itu hanya untuk kepentinganmu saja,
..Dasar kau penyihir licik !!!”, Brone berkata dengan keras dan berapi-api,
seolah kata-kata itu telah lama mengendap di hatinya dan sekarang meloncat
keluar tak tertahankan.
Dewa
Blorenjick berdiri dari duduknya dan merentangkan dua tangannya yang diselimuti
jubah hitam panjang, ia berseru dengan keras sambil menengadah menatap
langit-langit, “Penguasa langit berkata..!!”,teriaknya keras, “Akan ada
kerbau-kerbau hina yang melenguhkan
kata-kata pembangkangan untuk Tuhan mereka, apakah mereka pikir darah mereka
yang kotor akan sampai kelangit ??? Tidak ! tetapi mengalir ditiap-tiap sungai
sebagai pembawa bencana” …Haii…Sang Penguasa Langit !! hari ini aku akan
mengalirkan darah kerbau-kerbau yang telah engkau hinakan, akan aku jadikan
mereka pelajaran untuk hamba-hambamu yang lain,..dan mayat-mayat mereka
tergantung sampai busuk, dengan pandangan-pandangan hina yang tak
henti-hentinya…!!!”
Tubuh
Brone bergetar hebat,
tetapi ia masih berdiri tegak. Teriakan Dewa Blorenjick
dan kata-katanya itu membuat persendiaannya lemah. Tetapi apapun yang akan
terjadi, ia tak akan pernah menyesali perbuatan dan keputusannya itu. Brone
mendengar istrinya terisak dan anak lelakinya meraung sambil meronta-ronta di
pelukan ibunya. Ia berjalan mendekati mereka dan berlutut disamping istrinya.
“Jangan
khawatir…Tuhan yang sebenarnya akan menghargai
pengorbanan kita, semua yang diucapkan Blorenjick cuma omong kosong yang
dia karang-karang sendiri,” ujar Brone
mencoba menguatkan istrinya yang
gemetar. Istrinya mengangguk dan
memeluk putranya lebih erat.
Brone
membelai kepala putranya,ia tidak bisa menahan air matanya untuk kali ini, “Joody,
aku dan ibumu melakukan perbuatan yang benar, jangan percaya dengan Tuhan-Tuhan
yang mereka ucapkan,jaga dirimu baik-baik,nak…Dan jangan cari kakakmu, biarkan
dia mencari hidupnya sendiri”
Joody
terisak, “ Tapi ..ayah dan ibu akan dibunuh oleh mereka.!!”, teriaknya.
Brone
mencoba tersenyum, air mata mengalir dari mata tuanya yang lelah. Istrinya
semakin terisak dan memeluk anaknya lebih erat lagi.
“Bawa
mereka kealun-alun desa !”, perintah Dewa Blorenjick.
Beberapa
lelaki diruangan itu menarik tubuh Brone
dan mengikat tangannya . Mereka juga mencoba memisahkan tubuh kurus Joody yang
memeluk ibunya dengan erat. Wanita tua dan lemah itu tidak bisa berbuat apa-apa
saat lelaki berpakaian hitam itu menarik tubuhnya sampai ia terjerembab. Joody
berteriak-teriak keras mencoba dilepaskan, dan dengan tiba-tiba ia menggigit
tangan pengikut Blorenjick hingga lelaki itu menarik tangannya sambil berteriak
kaget. Joody langsung berlari menuju kamar medica yang ada disebelahnya. Dewa
Blorenjick berteriak geram
“Kejar
anak sialan itu !! Kurung dia dipenjara bawah tanah sampai mati!!”
Gaonny
semakin gemetar melihat dua orang lelaki berpakaian hitam berlari menyusul
Joody yang melarikan diri. Ia yakin anaknya itu keluar melalui jendela dan
sedang mencari tempat bersembunyi. Ia melihat Brone suaminya menengadah
kelangit sambil berdoa, Gaony semakin terisak dan hatinya berteriak memanggil
Tuhan yang selama ini diyakininya. Oh...Tuhanku...aku serahkan keselamatan
anak-anakku kepada-Mu, Engkaulah yang Maha melindungi dan Maha mengasihi,
selamatkan hidup mereka, wahai Tuhan yang mendengar do'a hamba-Nya.....
Dewa Blorenjick mendekati Brone yang berjalan tertatih sebelum dibawa
keluar dari rumah, “Kau bilang aku penyihir, Brone…Jadi menurutmu, sihir apa
yang pantas untuk anak gadismu yang melarikan diri itu ??? Bagaimana jika aku
mengubahnya menjadi seekor babi??”
Puhh…!!
Dewa
Blorenjick menghapus ludah dimukanya, ia menatap Brone dengan wajah penuh
kemarahan, “Akan ku ubah anakmu lebih buruk dan lebih menderita dari itu,”ujarnya
geram.
“Perintahkan
semua warga untuk menyaksikan pembantaian dua kerbau hina ini”lanjutnya kepada
salah satu malaikatnya dan kemudian ia berjalan sambil menyibakkan jubah
hitamnya yang panjang.
Medica berlari sekuat tenaga. Air mata yang
terus mengalir sesekali menutup pandangannya, tetapi ia berlari seperti tak
sadarkan diri, terus berlari menyibak semak-semak dan tak perduli dengan
duri-duri tajam yang mengores lengannya, juga tak perduli dengan teriakan parau
Scorlene. Ia hanya ingin sampai dirumahnya secepat mungkin, sebelum
tangan-tangan kotor pengikut Blorenjick menyentuh kulit orang tuanya, sebelum
semuanya terlambat dan penyesalan seumur hidup itu terjadi. Ia tak akan memaafkan dirinya untuk
pengorbanan ini, apapun alasan orang tuanya, mereka tidak boleh mati karenanya.
Scorlene
berteriak memanggil tanpa henti, tubuhnya yang gemuk membuat larinya kalah
cepat dengan Medica, ia berteriak sambil menangis, ia berteriak seperti orang
gila,ia berteriak karena membenci dirinya yang tidak bisa membuat Medica pergi
sejauh mungkin, karena tidak bisa menyelamatkan orang yang disayanginya.
Nafasnya tersengal karena lelah, tubuhnya gemetar karena dingin dan kenyataan
yang paling ia takutkan. Tetapi Medica seolah tak mendengar teriakannya,
sahabatnya itu terus berlari tanpa bisa dihentikan. Scorlene semakin
menderita..
Tiba-tiba
tubuh Medica terjerembab di tanah yang becek karena hujan, Scorlene mempercepat
larinya untuk menahan Medica, tetapi sahabatnya itu langsung berusaha berdiri
lagi. Scorlene panik, ia berteriak memanggil
“Medica..!!!
Jangan lari...jangan lari..!!”
Medica
menoleh sebentar tetapi langsung berlari lagi, kakinya yang terkilir membuat
larinya tidak begitu cepat. Tetapi malang, kakinya justru terperosok dan ia
jatuh bergulingan beberapa kali ditanah yang menurun. Ketika ia mencoba berdiri
lagi, Scorlene telah bersimpuh disampingnya dan memegang tangannya erat. Ia
mencoba berontak, tetapi Scorlene justru memeluk tubuhnya dengan kuat sambil
menangis tersengal-sengal.
“Lepaskan
aku !!”
“Maafkan aku, Medica...hiks..hiks..tapi
kamu harus pergi, orang tuamu sudah menentukan pilihan, mereka akan sedih kalau
kau kembali ke desa, kamu pasti akan dibunuh oleh mereka..hiks”
Medica melepaskan tubuhnya dari pelukan
Scorlene, “Tapi aku tidak bisa membiarkan mereka membunuh orang tuaku, aku
harus menghentikan mereka, Scorlene...Aku harus !!”
“Dengan apa ??!!!”, teriak Scorlene keras,
“Apa yang bisa kamu lakukan?? kamu tak punya kekuatan apa-apa, Medica...kamu
justru mengantar nyamamu sendiri kalau kamu kembali kesana..dan orang tuamu
akan kecewa..hiks..hiks..”
Medica menunduk, air mata mengalir deras
dari matanya yang memerah, tetapi kemudian ia mengangkat wajahnya “Apakah kau
percaya bahwa Blorenjick benar-benar dewa, Scorlene ??”
Scorlene terperanjat dengan pertanyaan itu,
ia diam sejenak lalu menggeleng.
“Apakah kau percaya bahwa Sang Penguasa
langit yang ia sebut benar-benar Tuhan yang sebenarnya ??!”
“A..aku tidak tahu, Medica...”
“Apakah kau percaya bahwa Tuhan memerlukan
darah dari seorang wanita hanya untuk melindungi sebuah desa kecil dari
penyakit dan penderitaan ??”
Scorlene menggeleng sambil menangis.
“Tidak, Scorlene...!! Tuhan yang
sesungguhnya adalah Dia yang memiliki segalanya, yang Maha Kuat, yang Maha
mencintai, yang tidak butuh apa-apa untuk melakukan sesuatu, yang tidak
membutuhkan apa-apa untuk kepentingan-Nya sendiri. Ia hanya berkata, maka
terjadilah apa yang Ia kehendaki...Dialah Tuhan yang memiliki segala yang ada
dilangit dan bumi. Apakah kita mau terus dibodohi oleh manusia yang mengaku
dewa ?? atau oleh Tuhan tidak mampu berbuat apa-apa ???”
Scorlene semakin terisak.
Medica menghela nafas, “Ayahku selalu
berkata begitu akhir-akhir ini,..Ia mengajakku mengenal Tuhan yang
sesungguhnya, walaupun ia sendiri tidak tahu dimana Tuhan itu berada. Tetapi ia
yakin, bahwa Tuhan yang sesungguhnya pasti tahu dan suatu saat kebenaran akan
terungkap. Aku juga yakin itu, Scorlene..”
“La..lalu apa yang akan kamu lakukan,
Medica ??”
Medica mencoba tersenyum, tetapi air
matanya tak henti mengalir, “Aku hanya ingin melakukan apa yang ingin aku
lakukan, karena aku percaya bahwa Tuhan yang sesungguhnya itu ada, tolong
jangan halangi aku, Scorlene..bahkan jika aku mati, aku tak akan menyesal.
Justru aku akan menyesal jika tak berbuat apa-apa ketika orang tuaku akan
dibantai seperti hewan”
“Te..tetapi aku tidak bi..bisa
kehilanganmu, Medica..hiks..hiks..”
“Semua makhluk akan mati, Scorlene...cepat
atau lambat”
Tengggg....Tenggggg....
Suara lonceng terdengar dari arah desa.
Medica dan Scorlene terkesiap. Berarti saat ini semua warga desa sedang
berbondong-bondong menuju alun-alun. Akan ada sebuah upacara besar, seharusnya
malam ini memang malam persembahan untuk Penguasa langit, dengan Medica sebagai
putri persembahan. Tetapi malam ini akan berganti dengan pembantaian dua orang
tua yang dituduh sebagai pembangkang Tuhan. Medica gemetar, ia berdiri sambil
menatap langit, lalu menunduk kearah Scorlene yang masih bersimpuh ditanah.
“Aku tak punya waktu lagi...”
Semburat
matahari senja menyinari alun-alun desa yang sesak dipenuhi oleh warga. Semua
yang hadir disana tampak berbisik-bisik sambil sesekali melirik kearah dua
tiang besar yang ditancapkan tepat ditengah-tengah. Ada yang menatap penuh rasa
kasihan, menggelengkan kepala tak berdaya, mencibir bahkan ada yang dengan terang-terangan mengeluarkan
makian untuk dua makhluk yang dianggap hina itu. Tepat didua tiang yang
terpisah sekitar dua meter itu, Brone dan istrinya diikat dengan tubuh yang
penuh luka oleh cambukan, sementara disamping kanan mereka seorang lelaki
berpawakan besar dan kekar memegang cambuk yang siap dihantamkan ketubuh mereka
kapan saja.
Dewa Blorenjick berdiri ditempat kekuasaannya dan mengangkat tangan
kanannya, seketika suasana berubah sepi. Warga yang hadir di tempat itu menatap
lurus kearah lelaki yang selama ini mereka agungkan sebagai jembatan menuju
kasih Tuhan, Sang Penguasa Langit. Mereka telah menyadari bahwa malam ini,
dimulai ketika matahari telah benar-benar tenggelam dibarat, sebuah upacara
suci akan digantikan dengan pembantaian kedua orang tua gadis yang diberitakan
melarikan diri. Kejadian ini sempat membuat panik dan marah beberapa warga,
karena bagaimanapun, jika abu dari tubuh gadis yang telah dipilih oleh Sang
Penguasa Langit tidak disebar keseluruh desa, maka desa mereka akan dilanda
bencana dan penderitaan untuk setahun lamanya.
“Wahai semua warga yang dilindungi oleh
kasih Tuhan”, Dewa Blorenjick memulai khotbahnya, “Tuhan bersabda :Akan ada
kerbau-kerbau hina yang melenguhkan
kata-kata pembangkangan untuk Tuhan mereka, apakah mereka pikir darah mereka
yang kotor akan sampai kelangit ??? Tidak ! tetapi mengalir ditiap-tiap sungai
sebagai pembawa bencana !!”
Warga berteriak-teriak panik, bahkan ada
yang menangis karena ketakutan.
Dewa Blorenjick kembali mengangkat tangan
kanannya. Ia melanjutkan, “Tenanglah,..Sang Penguasa Langit adalah Tuhan yang
penuh dengan kasih dan rasa ma'af, walaupun dua orang dari warga desa ini
menjadi pembangkang-pembangkang Tuhan, tetapi setelah kita mengalirkan
darah-darah mereka kesungai dan membiarkan tubuh mereka dimakan oleh burung
pemakan bangkai, Sang Penguasa Langit akan memaafkan kita...”
Suasana kembali riuh rendah.
“Hanya saja...”, warga kembali diam dan
tegang, “Kita tetap akan menerima azab dari Tuhan karena tidak menaburkan debu
suci sebagai pelindung desa kita..”
Suasana lebih ribut dari sebelumnya,
beberapa orang mulai melemparkan benda-benda kearah Brone dan istrinya yang
terikat tak berdaya.
“Malam ini juga..darah dua kerbau hina ini
akan kita alirkan kesungai-sungai !!”
Seruan keras Dewa Blorenjick disambut
dengan sorakan dan teriakan geram dari warga. Matahari semakin tenggelam di
barat, suasana yang berangsur-angsur gelap mengiringi detik-detik kematian dua
orang hamba yang tertunduk terpekur penuh penyerahan.
Beberapa saat sebelumnya, ketika matahari
belum sepenuhnya tenggelam, Medica berlari semakin dekat ke arah
alun-alun dengan Scorlene disampingnya. Wajahnya yang disinari warna jingga
terlihat memucat. Tiba-tiba dari balik sebuah rumah kayu milik seorang warga,
Joody, adiknya yang berumur 7 tahun berlari kearahnya, ditangannya ada sebuah
tombak kayu yang biasa dipakai untuk berburu.
“Joody..!!!”,
teriak Medica kaget dan langsung memburu tubuh adiknya. Mereka berdua
berpelukan sambil menangis.
Scorlene yang
juga tampak terkejut berjongkok disamping keduanya, “Bagaimana kamu bisa ada
disini, Joody ?? Dimana orang tua kalian ??”
Joody melepas
pelukannya, “Ayah dan ibu akan dibunuh malam ini, kak..mereka mengikat keduanya
ditengah alun-alun desa, kita harus menyelamatkan mereka, kak..!!”
Joody
menyerahkan tombak yang ia bawa kepada Medica dan masuk secara paksa kedalam
salah satu rumah, ia keluar sambil membawa satu tombak lagi. Medica mengangguk
haru kearah adiknya dan mereka bertiga berlari menuju alun-alun dan menerobos
kerumunan. Saat itu matahari telah menghilang.
“Hentikaaann..!!!”,
Medica berteriak kencang kearah lelaki tinggi besar yang memegang kapak
ditangannya.
Semua melihat
kearahnya dan Joody yang berdiri dengan berani sambil mengacungkan tombak.
Brone dan istrinya gemetar dan bergerak-gerak panik. Dewa Blorenjick tertawa
terbahak di tempatnya.
“Dengarkan
semuanya..!!', Medica menghadap kearah kerumunan warga, “Aku bersumpah dengan
nama Tuhan yangg sesungguhnya, bahwa Blorenjick bukanlah seorang Dewa, dan
Penguasa langit bukanlah sebenarnya Tuhan !! Tidak ada Tuhan yang mengharapkan
nyawa persembahan, tidak ada Tuhan yang membutuhkan debu untuk menghilangkan
bala !! Tuhan yang sebenarnya adalah ia yang Maha memiliki dan Maha berkuasa atas
langit dan bumi !!!”, seru Medica sambil menengadah ke langit. Dadanya
bergemuruh, ia tak henti memanggil Tuhan dalam hatinya.
Tiba-tiba langit
berubah menjadi hitam pekat, awan bergerak cepat dan menggumpal-gumpal di
angkasa. Cahaya kilat berkali-kali memenuhi langit dan menerangi bumi, di ikuti
dengan guntur yang menggelegar keras.
Dewa Blorenjick
mengangkat dua tangannya ke angkasa, “Lihatlah semuanya !! Sang penguasa
langit, Tuhan kita yang Maha perkasa sedang murka !!Akan ada bencana besar yang
menimpa desa kita !! Semua karena pembangkang-pembangkang Tuhan itu !!”,
teriaknya geram membakar kemarahan para warga.
Hujan lebat
kembali tumpah dari langit, kali ini dengan angin dan kilat yang menyambar.
Medica berdiri tegar ditempatnya. Ia tidak percaya dengan penguasa langit yang
disebut-sebut itu. Semua ini adalah tanda-tanda bahwa Tuhan yang sesungguhnya
sedang menunjukkan kebenaran yang selama ini diingkari.
“Wahai Tuhan
yang sesungguhnya ! Yang maha berkuasa
!! Tunjukkan kebenaranmu pada kami yang merindukan kebenaran !!!”,
teriak Medica sambil menatap langit, “Bahwa Engkaulah yang sepantasnya kami
sembah, bahwa Engkaulah yang memiliki yang ada dilangit dan bumi !!!”
Hujan dan angin
kembali meyambar-nyambar dengan ganas. Dewa Blorenjick memerintahkan untuk
menangkap Medica dan Joody, dan bersamaan dengan itu pula sebuah kilat
menyambar dengan ganasnya kesatu arah, menciptakan api yang berkibar dibawah guyuran hujan. Semuanya
berteriak ngeri, dan bumi bergoncang dengan kuat. Tetapi ketika semuanya sadar
bahwa kilat tadi telah membakar sesosok tubuh yang sekarang menggelepar
meregang nyawa, semuanya terdiam membisu dengan tubuh gemetar. Dewa yang selama
ini mereka agungkan sebagai jembatan menuju kasih Tuhan telah menghitam
mengerikan. Bumi masih bergoncang dan kemudian disusul dengan bunyi debuman
keras. Rumah kekuasaan Blorenjick yang
selama ini berdiri megah dan kuat telah ambruk tak berbentuk, rata dengan
tanah.
Medica
tersungkur ditanah, ia menangis tak henti-hentinya dibawah guyuran hujan.
Sementara goncangan bumi telah mereda, tetapi tak ada yang berani bergerak. Semuanya masih terpaku
melihat apa yang terjadi.
Tuhan yang
sesungguhnya, yang Maha berkuasa dan memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi
telah menunjukkan kebenaran yang hakiki, bahwa hanya Dialah yang Maha dari
segala Maha. Tidak ada sesuatupun yang bisa menyekutukannya.
No comments:
Post a Comment