Nusantara

Saturday, November 10, 2012

Aminah Assilmi; Tokoh pergerakan perempuan Amerika

 

Sejarah telah banyak mencatat kisah-kisah inspiratif tentang keteguhan seorang perempuan. Sebagai makhluk Tuhan yang dikaruniai kelembutan dan perasaan halus, siapa sangka ternyata perempuan bisa lebih kokoh dibandingkan tembok baja sekalipun. Sikap, keceradasan dan kepiawaian mereka dalam menghadapi masalah dan tekanan hidup menginspirasi jutaan perempuan lain untuk berbuat hal serupa.
Sebut saja Aminah Assilmi, perempuan kulit putih keturunan Amerika-Eropa ini mungkin tak pernah menyangka bahwa hidupnya akan sangat berubah dan namanya akan dicatat dengan tinta emas tanda penghargaan, justru setelah ia meninggalkan kepercayaan lamanya. Ia lahir di Aklohoma pada tahun 1945 dengan nama asli Janice Huff dan kemudian tinggal di Fairfield, Ohio. Perempuan yang lahir dari jemaat Baptis Selatan ini mulanya merupakan penganut agama kristen yang taat, tetapi ketika memasuki umurnya yang ke-30, Aminah memeluk agama Islam dan kemudian dikenal sebagai salah satu duta Islam berpengaruh dunia.

Jabatan terakhir yang dipegangnya adalah Presiden  IUMW (International Union of Muslim Woman). Sebuah organisasi non-pemerintah yang terbentuk setelah perempuan muslim dari 65 negara berkumpul diforum International Muslim Wowan  yang diselenggarakan di Khartoum, Sudan, pada tanggal 31 Juli- 3 Agustus 1996. Organisasi tersebut bertujuan sebagai wadah penampung aspirasi dan visi muslimah dunia, sehingga kemiskinan bisa dihapus, konflik terselesaikan, dan keadilan  berdiri tegak. Melalui IUMW, Aminah banyak berjasa dalam menyampaikan informasi keislaman kepada perempuan dunia dengan menyerukan hak-hak dan keistimewaan perempuan dalam Islam. Menurutnya setiap perempuan muslim harus terus berpartisipasi dalam setiap aspek kehidupan dan masyarakat dengan berbagai macam profesi. Walaupun baginya profesi tertinggi bagi seorang perempuan tetaplah sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya.

Semasa  mudanya Aminah dikenal sebagai gadis dengan kemampuan tidak biasa, sangat menonjol di sekolah, menjadi unggulan di usianya, dan penerima beasiswa. Aminah menjalankan bisnis sendiri, bersaing dengan para profesional dan berhasil memperoleh penghargaan. Semua itu berhasil ia raih saat masih menjadi mahasiswa. Ia juga dikenal sebagai pegiat kelompok feminis radikal Amerika dan pernah membintangi sebuah iklan mobil di era 70-an. Selain itu Aminah adalah seorang reporter dan jurnalis yang kritis. Setelah masuk Islam, Aminah mengganti semua image tentang dirinya dan mengenakan pakaian islami secara lengkap. Ia juga banyak berbicara di berbagai perguruan tinggi di Amerika dan beberapa negara lain untuk menyampaikan wawasan keislaman dan hak-hak perempuan.

Kisah keislaman Aminah sendiri sangat menarik dan banyak diliput oleh media. Dalam buku karangannya sendiri, Choosing Islam, Aminah menceritakan pengalaman spiritualnya menerima Islam dan bagaimana cobaaan demi cobaan dilaluinya demi mempertahankan keyakinan tersebut. Semua berawal pada tahun 1975 ketika komputer di Universitasnya mengalami kesalahan data dan mengakibatkan Aminah harus masuk kelas teater yang banyak diikuti muslim Arab. Di kelas tersebut Aminah berniat untuk mengkristenkan teman-temannya yang ia anggap terbelakang dan kuno dengan memberikan banyak pendapat dan argumen. Hingga akhirnya Aminah meminjam al-Qur’an dan buku-buku Islam, diantaranya Shohih Muslim dan Hadits Qudsi kepada mereka dengan tujuan menemukan kekeliruan dan membantah kepercayaan Islam yang dianggapnya tidak valid.

Ternyata tanpa disadarinya al-Qur’an dan buku-buku tersebut mempengaruhi pola pikir dan kebiasaannya sehari-hari. Ia tak lagi mengkonsumsi babi dan alkohol, juga tak pernah pergi dengan suaminya ke bar seperti biasa mereka lakukan pada Sabtu-Minggu. Perubahan tersebut membuat suaminya marah dan menuduhnya berselingkuh, sehingga suaminya memintanya pergi dan hidup terpisah. Aminah dan kedua anaknya akhirnya pindah ke sebuah apartemen. Pada tanggal 21 Maret 1977, Aminah memutuskan untuk memeluk agama Islam dibawah bimbingan Abdul-Aziz Al-Sheik, seorang ulama yang dengan sabar menjawab semua pertanyaannya yang kritis dan masih dipengaruhi pemikiran liberal. Pada awal keislamannya Aminah mengatakan bahwa ia tidak akan mengenakan jilbab dan jika suaminya berpoligami, maka ia akan mengebiri suaminya.

Tak lama berselang, Aminah pun mulai bisa menerima jilbab dan setuju dengan sistem poligami dalam Islam setelah mengkaji ulang hikmah dan manfaatnya. Ia mengenakan jilbab dan mendapat tindakan diskriminasi dari tempatnya bekerja. Ia kehilangan pekerjaan, padahal ia baru saja memenangi award penyiar di Deven Market. Tidak itu saja, Aminah bahkan pernah diseret keluar bank, dipukuli dan ditodong senjata laras panjang oleh penjaga bank hanya karena ia mengenakan hijab dan dianggap melakukan gerakan mencurigakan.

Setelah masuk Islam, Aminah menerima banyak kecaman dari semua keluarganya. Adik perempuannya yang ahli dalam bidang mental dan psikologis memaksa untuk memasukkannya ke rumah sakit jiwa. Ayahnya yang dikenal sebagai lelaki protestan yang bijaksana dan banyak dimintai pendapat keagamaan berniat membunuhnya dengan alasan tindakan itu lebih baik sebelum Aminah lebih lama terjerumus dalam keyakinan yang salah. Tetapi yang paling menyakitkan bagi Aminah adalah saat ia harus bercerai dan kehilangan hak asuh dari dua anaknya yang masih kecil.

Dipengadilan, hakim memutuskan bahwa suaminya lebih berhak mendapat hak asuh hanya karena Aminah adalah seorang muslimah. Hakim bahkan memberinya waktu 20 menit untuk memutuskan apakah ia lebih memilih agamanya ataukah hak asuh terhadap anak-anaknya. Sebuah pilihan yang sangat sulit dalam waktu yang sangat singkat. Aminah merasa bahwa itulah saat-saat paling kritis dalam hidupnya, apalagi dokter telah mengklaimnya tak bisa melahirkan lagi akibat penyakit komplikasi yang ia derita. Akhirnya, Aminah hanya bisa menyerahkan diri kepada Allah dan rela kehilangan anak-anaknya. Setelah perceraian itu, Aminah yaang berpengalaman sebagai reporter dan jurnalis berjuang untuk mendapatkan kembali hak asuhnya dan mengangkat kasus tentang dirinya ke media masa. Kerja kerasnya membuahkan hasil, walaupun ia tak bisa mendapatkan hak asuhnya kembali, tetapi upayanya bisa mengubah hukum di Colorado bahwa seseorang tidak boleh ditolak mendapatkan hak asuh atas anaknya berdasarkan agamanya yang ia anut.

Aminah kehilangan keluarga, pekerjaan dan teman-teman. Semua tantangan itu ia hadapi dengan sabar. Aminah tetap memperlakukan keluarganya dengan baik dan selalu mengirimkan kata-kata bijak yang diambilnya dari al-Qur’an dan hadist tanpa menyebutkan sumbernya. Usahanya tidak sia-sia, satu persatu keluarganya mulai menerima Islam. Diawali oleh neneknya yang berusia lebih dari 100 tahun dan meninggal dunia  tak lama setelah menjadi muslim. Kemudian beberapa tahun berselang, ayahnya yang pernah berniat membunuhnya mengikrarkan diri menjadi muslim, disusul ibunya, dan adik perempuannya. Anak lelakinya ketika memasuki umur 21 tahun turut mengikuti jejaknya, kemudian mantan suaminya memeluk Islam setelah 16 tahun memperhatikan tingkah laku Aminah dan ia ingin anak perempuan mereka juga melakukan hal yang sama. Allah telah memperlihatkan buah dari kesabarannya selama ini. Rahmat itu tidak berhenti begitu saja, fonis dokter bahwa ia tidak bisa melahirkan lagi terbukti salah, Aminah melahirkan anak lelaki dari suami barunya setelah menjadi muslim.
Aminah banyak mendapat gelar akademis dibidang pendidikan, hiburan, komunikasi, broadcasting dan hukum Islam. Ia ikut tergabung diberbagai media Muslim seperti Sound Vision, Radio Islam dan ISNA Vision di awal 1990-an. Pada tahun 1993, Aminah ikut membantu gerakan Pemaksaan Hukum Bosnia kepada Amerika Serikat sehubungan pemerkosaan yang terjadi dalam perang. Pada 20 Desember 1993, Komisi Hak Asasi Manusia memberikan resolusi sehubungan dengan masalah ini dan dikenal dengan Pengadilan Internasional untuk menuntut kejahatan tersebut.

Aminah tak hanya banyak berkecimpung di organisasi-organisasi  keislaman saja, pada masa kepresidenan Bill Clinton, Aminah termasuk salah satu anggota Komisi Presiden untuk Race Relations dan anggota Komisi Wanita. Aktifitas internasioanalnya antara lain sebagai tamu istimewa Pope John Paul II dalam acara Hari Pemuda Dunia di Denver, CO tahun 1995. Ia juga meupakan delegasi muslim diacara Konferensi Tertinggi Milenium Kedamaian Dunia di UN tahun 2000, dan diminta sebagai pembicara dalam acara Perlemen Agama-Agama Dunia di Barcelona, Spanyol tahun 2004.

Selain sebagai organisatoris, Aminah juga menulis dan bertindak sebagai produser di acara PBS children’s show berjudul “The Little Blue Whale”, dan berhasil memenangkan Emmy award. Ia juga memproduseri 2 acara Talk Show yang mendapat rating sangat tinggi di stasiun radio KOA, sebuah stasiun penyiaran tempatnya dulu bekerja. Buku-buku yang ditulis oleh Aminah berjudul “Choosing Islam”, “Women in Islam”, dan “Giving children the power of Islam”, beserta rekaman video dan audio miliknya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Pada tahun 2009 nama Aminah Assilmi diresmikan sebagai salah satu dari 500 muslim paling berpengaruh di dunia oleh Royal Islamic Strategic Studies Centre di Amman, Yordania. Segudang prestasi dan pengalaman organisasi tak membuat Aminah lupa diri, sifat rendah hatinya membuat ia lebih suka dikenal sebagai seorang ibu ataupun nenek dari cucunya dengan tidak menyandarkan gelar akademik didepan atau dibelakang namanya. Ia ingin orang lain mengenalnya karena jasa dan karya yang telah ia berikan kepada khalayak, daripada sekedar titel akademis.

Salah satu karya gemilang dari kerja keras Aminah adalah diterbitkannya perangko Ied Fitri di Amerika. Melalui International Union of Muslim Women yang dipimpin olehnya, ia melobi USPS (United State Postal Service) untuk membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya itu menjadi hari libur nasional AS. Ide ini berasal dari anak teman baiknya dari Nevada yang masih sekolah dasar bernama Muhib Beekun setelah ia melihat perangko Hanukkah (hari raya Israel). Beberapa tahun berselang, muslim dan anak-anak dari penjuru dunia mengirimkan ratusan kartu post dan gambar kepada USPS sebagai  usaha pelegalisasian perangko tersebut. Dan setiap tahunnya USPS menerima sekitar 50.000 rekomendasi perangko dan kampanye perangko ini berlangsung terus menerus.

Akhirnya, pada tanggal 1 September 2001, sepuluh hari sebelum peristiwa pemboman WTC, perangko Ied Fitri karya kaligrafer muslim Amerika Mohammad Zakariya dipilih dan diresmikan. Perangko itu ditulis dengan kaligrafi Turki berwarna emas dan background warna biru. Diatas tulisan kaligrafi itu tertulis kata EID GREETING berwarna putih. Sempat terjadi pemboikotan terhadap perangko tersebut berkenaan dengan peristiwa 9 September, tetapi pemboikotan itu tidak terjadi karena semua muslim Amerika tetap menggunakannya. Sepuluh tahun setelah itu, 12 Agustus 2011, versi baru perangko tersebut mulai dicetak dengan tampilan warna merah dan tulisan FOREVER di sebelah kanan atas. Walaupun telah lama divonis menderita kanker tulang, Aminah tetap bersemangat melakukan aktifitas dakwahnya. Ia tak pernah absen memenuhi panggilan muslim dan perjuangannya untuk muslim perempuan. Sebelumnya ia memang telah 3 kali berhasil melawan penyakit tersebut dan harus menggunakan kursi roda. Haji keduanya pun dilaksanakan dengan kondisinya menggunakan kursi roda, dan saat itu ia merupakan tamu kehormatan Raja Saudi Arabia. Aminah memang sosok yang tak kenal menyerah dan terus berusaha berbuat banyak untuk orang-orang disekitarnya. Setelah berhasil dengan Perangko Ied Fitri, ia merencanakan untuk membuat Pusat Pendidikan Perempuan Muslim yang baru masuk Islam dan Summer Camp untuk anak-anak muslim.

Aminah menghembuskan nafas terakhirnya diumurnya yang ke-65 pada tanggal 5 Maret 2010 di rumah sakit Knoxville pukul 03.00 dini hari dalam sebuah kecelakaan mobil di Newport, Tennese US setelah memberikan ceramah di New York. Ia meninggalkan seorang putri bernama Amber, dan dua orang putra, Whitney dan Muhammad, serta beberapa orang cucu.

# Tulisan ini telah diterbitkan di Majalah Hawa edisi Oktober 2012 perdana

No comments:

Post a Comment