Matahari dibulan Ramadhan bersinar sangat terik,
walaupun angin sesekali berhembus, tetapi hawa panas yang dibawa oleh hembusan
angin itu sama sekali tidak membuatku merasa lebih baik. Temanku juga
sepertinya merasakan sama, ia tak henti berkipas-kipas sejak kami turun dari
bus dan duduk di halte ini. Aku dan seorang temanku, namanya Maryam, memang
sedang duduk dibangku sebuah halte didepan kuliah. Sebenarnya kami sudah sampai
ditujuan kami, yaitu Universitas Islam tampat kami belajar, hari ini kami akan
mengecek hasil ujian semester lalu. Tetapi aku dan Maryam belum pergi menuju
Universitas itu, masih ada seorang lagi teman kami yang belum sampai, mungkin
beberapa menit lagi ia akan muncul.
Benar saja, teman yang sedang kami tunggu-tunggu itu
akhirnya turun dari sebuah angkutan umum dan langsung tersenyum lebar begitu
melihat kami, “Sudah lama?”,tanyanya. Namanya Arifah, temanku satu fakultas.
Aku dan Maryam menggeleng. “Enggak kok, buktinya aku
dan Hazika masih tetap putih walaupun cuaca panas seperti ini”, ujar Maryam
membuat kami tertawa.
Kami bertiga langsung berjalan menuju kampus.
Sesampainya disana kami berpisah dengan Maryam karena dia beda fakultas
denganku dan Arifah. Cukup lama aku dan Arifah mondar-mandir mencari pengumuman
hasil ujian, tetapi yang dicari tidak ketemu juga, padahal info yang ada
mengatakan bahwa kami hanya harus naik kelantai 3 gedung F, dan disanalah hasil
ujian itu ditempel. Aku memutuskan untuk menemui dosen fakultas dan
memastikannya, ternyata pengumuan itu bukan digedung F, melainkan digedung B.
Sedikit kesal karena info yang salah, aku dan Arifah tidak langsung menuju ke
gedung B, Maryam ada disana, aku menelfonnya terlebih dahulu untuk memastikan.
“Hmm..sebentar ya, aku cari dulu”, ujar Maryam. Aku
dan Arifah menunggu. Beberapa menit kemudian Maryam membenarkan, ia menyuruh
kami untuk segera datang ke gedung B.
Alhamdulillah, hasil ujianku dan Arifah tidak
mengecewakan. Kami begitu bersyukur karena bisa melanjutkan semester depan
tanpa halangan. Tetapi Maryam sedikit murung, ternyata ia lebih kurang
beruntung dari kami, kalau aku dan Arifah salah info gedung, ia malah belum
menemukan pengumuman hasil ujiannya. Aku mengusulkan untuk menemui dosen
seperti yang kami lakukan tadi, Maryam setuju. Tetapi lagi-lagi keberuntungan
belum berpihak kepada kami, dosen itu justru mengatakan bahwa hasil ujiannya
belum ditempel hari ini, melainkan besok.
Maryam terlihat kecewa, ia tidak sabar karena
akhir-akhir ini nilai ujian memang membuatnya gelisah. Ia ingin cepat-cepat
mengetahui hasilnya, agar pikirannya bisa lebih tenang. Akhirnya Maryam nekat
memberikan nomor ujiannya kepada dosen, dan dengan wajah sedikit memelas ia
meminta dosen melihat hasil ujiannya, apakah ia lulus atau harus mengulang
lagi.
Dosen wanita berkaca mata tebal dan baik hati itu
akhirnya memeriksa data2-data dan dengan wajah sedih mengatakan bahwa maryam
belum beruntung, ia harus mengulang karena nilainya kurang bagus.
Kami bertiga terkejut, Maryam langsung menunduk dan
tanpa berkata-kata lagi ia keluar dari ruangan dosen itu. Aku dan Arifah
langsung menyusulnya dan mencoba memberi semangat dan menasehatinya untuk
bersabar. Kami tak tahu harus melakukan apa selain itu.Maryam hanya diam saja,
mungkin ia ingin menangis tetapi ditahan-tahan. Akhirnya kami memilih duduk
dibangku, dibawah pohon yang rindang itu Maryam menangis dipundakku, ia
menangis sampai terisak-isak.
Setelah agak tenang, Maryam mulai bicara, “Mau
temani aku ke Masjid?”, tanyanya.
Aku dan Arifah berpandangan saling meminta pendapat,
“Kita, kan sudah shalat zuhur, memangnya ke masjid mau apa?”, sahut Arifah.
“Aku mau menenangkan diri dimasjid, setelah itu
menunggu buka puasa disana, mungkin selesai tarawih aku baru pulang”, jawab
Maryam kemudian menatapku, “Hazika mau ikut, kan? Biar nanti pulangnya bareng”,
lanjut Maryam lagi, kami memang tinggal serumah. Aku mengangguk sambil
tersenyum.
Begitulah, akhirnya kami bertiga sudah ada di sebuah
masjid besar yang tidak begitu jauh dari Universitas. Sampai di masjid itu kami
langsung shalat sunnah, dan melanjutkan dengan membaca al-Qur’an. Maryam
melanjutkan shalat sunnah hajat beberpa raka’at, sedangkan aku dan Arifah yang
tidak tahan dengan kesejukan masjid akhirnya berbaring dan tertidur. Menjelang
asar kami terbangun dan shalat berjama’ah, selepas itu kami mengaji al-Qur’an
lagi sambil menunggu waktu berbuka. Aku keluar sebentar untuk membeli makanan dan minuman, dan ketika
aku kembali, kulihat Maryam sedang berdo’a dengan khusyu’, air matanya sesekali
mengalir. Aku dan Arifah hanya terdiam dan mengamini do’a Maryam dalam hati.
Kesungguhannya dalam berdo’a membuatku terharu, ya Allah berikanlah yang
terbaik untuk temanku itu.
Masjid mulai agak ramai karena banyak juga yang
ingin berbuka di Masjid sekaligus shalat magrib, isya dan tarawih berjama’ah.
Tiba-tiba seorang ibu menghampiri kami dan menawarkan kurma beserta minuman.
“Ambillah, untuk berbuka”, ujarnya sambil tersenyum
lembut. Aku dan Arifah menolak sambil memperlihatkan makanan dan minuman yang
sudah kami beli. Melihat itu ibu tersebut tesenyum kemudian katanya, “Pernahkah
kalian dengar hadist nabi tentang pahala orang yang memberi makanan berbuka
kepada orang lain?”
Kami menggeleng, Maryam tertarik dan ikut bergabung
dengan kami. Ibu itu melanjutkan dengan membaca hadist Nabi, “Rasulullah
shallallahu `alayhi wasallam bersabda :"Barangsiapa memberi buka puasa
kepada orang yang sedang berpuasa maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya
orang yang berpuasa tersebut dengan tidak mengurangi pahala orang berpuasa itu
sedikitpun”.
Kami begitu terpesona dengan kata-kata yang
diucapkan dari hadist Nabi Muhammad yang mulia itu. Mendengarnya membuat
perasaan hati kami senang dan penuh dengan harapan-harapan. Ibu yang baik hati
itu berkata lagi sambil tersenyum manis, “Jadi kalian mau kan menerima kurma
dan minuman dari ibu?”
Kami beriga mengangguk bersamaan. Memang lebih baik
kami menerimanya, karena ketika ibu itu menginginkan pahala, mengapa kami harus
menahan-nahannya??. Ibu itu terlihat senang. Ia memberi cukup banyak kurma
untuk kami bertiga, kemudian memberi kami masing-masing minuman kedalam cangkir plastik yang telah ia
siapkan. Setelah memberikan makanan dan minuman itu, lalu berlalu dari hadapan
kami untuk menawarkan kepada jama’ah lain.
Melihat itu Maryam seperti kedapatan ide brilian. Ia
berkata kepadaku dan Arifah, “Aku juga mau membagi-bagikan makanan seperti ibu
itu, semoga saja do’a-do’aku terkabul oleh Allah”, ujarnya. “Boleh,kan aku
bagi-bagikan makan ini kepada orang lain?”, katanya lagi sambil menujuk makanan
dan minuman yang tadi aku beli.
Aku dan Arifah mengangguk setuju. Maryam menarik
tanganku dan Arifah untuk ikut dengannya membagi-bagikan makanan. “Jangan lupa,
kalian berdua juga harus berdo’a untukku supaya aku lulus”, bisiknya membuat
aku dan Arifah berpandangan dan merasa tidak enak hati, tetapi kami tetap
berdo’a juga.
Berbuka puasa hari ini terasa lain, lebih
menyenangkan dan membuat perasaan kami lega. Kami begitu bahagia ketika
orang-orang berbuka dengan makanan yang kami berikan. Kami sendiri berbuka
dengan kurma dan minuman yang diberikan oleh ibu asing tadi. Sungguh suatu
nikmat yang indah ketika kita dapat berbagi kepada orang lain. Setelah itu kami
shalat magrib dengan khusyu dilanjut dengan isya dan tarawih, sesampai dirumah
kami makan dengan lahap.
Esok harinya sebuah berita mengejutkan membuatku
begitu takjub, Maryam benar-benar lulus dan bisa melanjutkan semester. Dia
memberi tahuku lewat telepon dengan penuh semangat dan menggebu-gebu. Aku
mengingatkannya untuk tidak lupa sujud syukur, doa-doanya telah dikabulkan
Allah. Tetapi bagaimana bisa itu terjadi?? Mungkin kemarin dosen salah lihat
nilai. Tetapi apapun penyebab kejadian itu bisa terjadi, aku benar-benar yakin,
bahwa Allah pasti akan mengabulkan do’a hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dan
percaya. Selain itu, makanan dan tiap gelas minuman yang kemarin dibagikan
Maryam sepertinya ikut berdo’a untuknya. Aku tersenyum bahagia, ditiap
perlakuan baik pasti ada pahala dan balasan yang baik pula. Masha Allah...