Ada seseorang yang begitu egois. Yang
keegoisannya berhasil menyita hampir seluruh perhatianku yang begitu berharga,
bahkan untuk namanya saja. Aku mengenalnya penuh kesan misterius, di sebuah
rumah makan yang salah satu ruangannya sengaja di pesan direktur majalah
tempatku bekerja. Hari itu memang spesial, karena baru pertama terbit, majalah
kami telah menyita perhatian pasar, dalam hitungan hari, puluhan eksemplar
telah terjual habis. Bahkan ada beberapa pesanan dan permintaan untuk menjadi
pelanggan tetap majalah kami. Membanggakan bukan..?!
Sebenarnya majalah tempatku bekerja
bukanlah majalah baru. Buktinya aku sudah setahun bekerja disana. Tahun lalu
aku berprovesi sebagai reporter, sekarang aku menjabat sebagai sekertaris
redaksi. Yang baru adalah krunya..para
reporter muda yang baru saja bergabung dan memberi warna baru. Baiklah,
tak hanya satu warna yang mereka
berikan..tapi luapan ide-ide warna-warni pelangi. Selalu mengalir seiring
nama-nama yang mereka sebutkan saat berkenalan denganku. Wajah-wajah cerdas dan
lugas, sangat kritis dengan ide-ide logis yang fantastis. Aku merasa ribuan
semangat menyengat sel-sel kulitku saat berbincang dengan mereka. Kecuali satu
orang !
Namanya saja baru aku dengar malam
itu ! saat semua elemen yang berperan di setiap baris kata di majalah kami
telah berkumpul dan merayakan kemenangan penerbitan pertama untuk tahun ini.
Baiklah, Aku memang tidak menyertai kru-kru baru itu sejak awal pengangkatan
mereka, tugasku di luar negri membuatku baru bisa bergabung setelah penerbitan
pertama ini selesai. Aku yang mendengar kabar gembira itu langsung menghubungi
pimpinan redaksi dan meminta kiriman nama-nama reporter baru tersebut beserta
data diri mereka. Aku mengecek nama mereka satu persatu dan mengira-ngira,
siapa saja yang telah ku kenal atau mengenalku. Seluruhnya telah mengenalku
sejak mereka di angkat seagai reporter tetap di majalah kami. Melalui jejaring
facebook, mereka mengenalkan diri dan perbincangan-perbincangan mengalir deras
begitu saja. Sehingga, ketika malam hari itu, saat aku telah bergabung kembali dan
akhirnya berkesempatan bertemu secara real dengan mereka, perkenalan kami
terasa tak asing. Seperti seorang kakak yang bertemu dengan adiknya sepulang
sekolah. Kecuali satu orang!
Dia duduk di sudut, kami memang duduk
melingkari meja yang disatukan agar 30 orang bisa duduk bersama disana. Makanan
telah terhidang dan tawa-tawa kemenangan terdengar mengimbangi
kritikan-kritikan cerdas dari mulut-mulut jurnalis muda itu. Aku mengikuti
setiap perbincangan sambil tertawa. Sedikit menyesal, karena tidak perperan banyak dalam penerbitan membanggakan itu, kecuali
satu kolom tulisanku yang membahas tentang sastra tanah air. Aku hampir saja
tak menyadari keberadaannya jika pemimpin redaksi, pak Harry, tak berbicara.
“Dengarkan..saya ingin memberikan
apresiasi tinggi untuk penulis liputan
khusus kita, pasangan Sora dan Donny..!”, ujar pak Harry, pimpinan yang sudah
ku anggap sahabat bahkan kakak sendiri.
Tepuk tangan bergemuruh. Celetukan
terdengar, “ Ada yang perhatiin ga sih? Sora dan Donny pakai baju dengan warna
sama malam ini..!!”
Tawa terdengar barsahutan, Donny,
pria berkulit putih yang semakin tampan dengan kaca matanya tergelak. Aku sudah
membaca liputan khusus yang dimaksud Harry, tapi kurang memperhatikan penulisnya.
“Tenang saudara-saudara, ini hanya
kebetulan..tapi saya ingin sedikit menyampaikan ucapan terima kasih juga untuk
Sora..”, Donny berdiri dan menghadapkan
tubuhnya kearah sudut kanan. Aku mengikuti gerak badannya dan melihat wajah
asing disana. Wanita berbaju coklat muda dengan jilbab senada.
“Sora, senang bekerja sama dengan
anda..”, ujar pemuda berkaca mata itu sambil membungkukkan badan. Tingkahnya
yang berlebihan membuat suasana semakin riang. Wanita yang dipanggil Sora
tersenyum.
“Sebenarnya saya lebih pantas meminta
maaf dari pada dipuji seperti itu..kamu tahu, terlambat datang saat wawancara
tidak mencerminkan sifat sejati seorang reporter”, ujarnya.
Ucapannya disambut tawa oleh yang
lain. Donny tersenyum lebar dan tampak ingin berbicara lagi. Tapi pak Harry
lebih dulu mengambil alih.
“Kalian mungkin belum tahu, karena
ini rahasia..”, ia tergelak. “Tulisan Donny dan Sora dibaca oleh Mentri Luar
Negeri dan beliau menelponku langsung..”, Ruangan lansung ramai dan semua
perlahan menajamkan telinga, aku melihat wajah-wajah antusias di ruangan itu.
“Kalian tahu apa yang beliau
katakan?”, pak Harry sengaja mengambil jeda. kemudian lanjutnya setelah ruangan
itu benar-benar tak bergerak, “Katanya..kalian sangat berani, lanjutkan berita
ini dan jika hasilnya bagus, aku undang
kru majalahmu ke kantor ”
Ruangan seketika hidup oleh tepuk
tangan. Aku sampai merasakan desiran darahku sendiri. Donny menerima salam
selamat dari kru-kru yang lain. Bahkan Sora, menerima pelukan dari reporter
wanita disampingnya.
“Donny..Sora..kalian harus siap
melanjutkan tulisan kalian untuk edisi selanjutnya”, Pak Harry melanjutkan. Ini
perintah.
“Siap boss..!”, Donny menyahut. Sora
lagi-lagi hanya tersenyum.
Aku menyalami pak Harry dan menanyakan
alasan kenapa Mentri Luar Negeri bisa begitu tertarik dengan laporan ini.
Matanya membulat dan berbisik, “aku kurang yakin, tapi kurasa ada berita yang
sebenarnya sensitif dan masih absurd, kurasa pak Mentri punya pendapat pribadi
dan ingin meyakinkan pendapatnya itu. Dan itu hanya bisa diketahui kebenarannya
jika tulisan ini rampung. Kita lihat saja nanti..”, ia mengedipkan mata.
Aku mengerutkan keningku, kedengaran
menarik dan penuh tantangan. “Siapa penulisnya? Donny atau Sora?”.
“Donny”, ujar pak Harry sebelum
meminum jusnya. “Tetapi data-datanya ia kumpulkan bersama Sora, dan aku tak
tahu data mana yang berhasil mengusik isi kepala Mentri kita itu”
Aku mengangguk-angguk. “Oya,apakah
Sora baru masuk setelah yang lain resmi diangkat? Kenapa namanya tak ada di
list ?”, tanyaku.
Pak Harry tampak bingung, “Benarkah ?
Kurasa semua data telah aku kirimkan. Kamu cek ulang saja, mungkin namanya
terlewat oleh matamu”.
Aku mengeluh tak yakin, merasa
kinerjaku dipertanyakan. Sebagai sekertaris redaksi aku tak bisa menganggap
omongan itu sebagai kalimat asal lewat. Akhirnya aku membuka data di laptopku
dan membuka dokumen berisi data-data semua kru. Benar saja, tak ada nama Sora
disana. Merasa menang, ku tunjukkan data-data itu kepada pak Harry. Ia
memperhatikan dan kemudian tertawa sambil menepuk pundakku.
“Aku yang salah..datanya ternyata tak
terkirim, kamu bisa ambil di kantor kapan saja”, ujarnya tanpa mrasa bersalah.
Melihat tampangku yang tak puas ia melanjutkan, “Lagipula data sekarang itu
sudah tak begitu penting lagi, kamu bisa berkenalan dengan Sora tanpa harus
membaca data dirinya dulu, kan?”, lanjutnya sambil nyengir lebar.
Aku hanya tersenyum tak menanggapi,
kemudian mataku mengarah ke sudut kanan ruangan. Wanita itu sedang berbincang
dengan reporter lain di sebelahnya. Aku yakin, tak lama lagi dia akan mengenalkan dirinya kepadaku. Harus ku akui,
malam ini, sebelum pengumuman tentang keberhasilan tulisannya, kehadiranku juga
menyita perhatian karena Pak Harry telah terlebih dahulu menceritakan semua
tentangku kepada para reporter baru itu.
Tetapi menjelang akhir acara. Saat
satu persatu mulai berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri pak Harry
sebagai pemimpin redaksi, aku, para redaktur ahli, pimpinan umum, pimpinan
usaha, dan editor untuk berpamitan. Aku merasa kecolongan. Wanita itu sudah
raib dari tempat duduknya. Ia telah pergi tanpa berpamitan. Tidak sopan sekali
!
Sesampainya di apartemenku, aku
langsung shalat isya dan duduk di depan laptop. Tak bisa ku percaya, aku
membuka facebook malam-malam di waktu tidur untuk mencari akun seseorang!
Menggelikan..tapi toh akhirnya tetap ku cari namanya di daftar teman-teman
milik Donny, aku sengaja memilih akunnya karena milik pak Harry akan lebih
membingungkan dengan daftar temannya yang begitu banyak.
Tetapi aku tak mendapatkannya. Nama “Sora”
memang ada, hanya tak satupun berwajah mirip
dengan wanita berkerudung coklat itu. Karena penasaran, aku membuka
laman akun Donny sampai jauh dan memperhatikan semua postingan di dindingnya.
Sambil membuka profil orang-orang yang muncul disana. Tak berhasil. Aku
akhirnya membuka satu persatu note yang ditulis lelaki itu, bukan untuk
membacanya. Melainkan memperhatikan para pemberi komentar.
Akhirnya jam menunjukkan angka 2 dini
hari. Aku tergeletak di tempat tidurku setelah merasa begitu bodoh. Kenapa aku
tak mencoba sedikit sabar. Bukankah besok aku bisa melihat data pribadi wanita
itu di kantor redaksi dengan mudah ??? Sial..!
Esoknya aku
sampai di kantor tepat jam 8 pagi. Aku berulang kali mengatakan kepada diriku
sendiri untuk bersabar, tetapi kakiku bergerak lebih cepat. Aku merutuk dalam
hati. Dan sekarang, aku telah duduk manis di meja kantor. Ruangan ini baru,
sesuai dengan jabatanku yang juga baru. Kemarin meja kerjaku di ruangan depan,
berbaur dengan para reporter lain. Tetapi sekarang, ruanganku berada di sebelah
ruangan pak Harry. Beliau sedang berjalan bolak-nalik di ruangannya sambil
berbicara melalui telepon. Sebuah kebiasan yang tak pernah hilang. Para
reporter lain telah datang dan menyapaku ramah, aku hanya tersenyum dan
berjalan cepat ke ruanganku. Yah begitulah yang kurasa, berjalan cepat!
Anehnya, aku
hanya termangu-mangu di depan komputer. Merutuki diri karena merasa begitu
bodoh. Tapi tak lama, dokumen berisi data-data itu aku buka dan disanalah !
Data diri seseorang yang membuat waktu tidurku berkurang tadi malam.
Aku
membacanya dengan teliti. Tentu saja, teliti adalah tuntutan profesiku. Ketika
seorang office boy mengetuk pintu ruangan sambil membawa capucinno hangat.
“Pak Rio,
ini minumannya”
Aku tersadar
dan memberi isyarat agar ia menaruh minuman itu di mejaku, “Terima kasih,
Man..”, ujarku padanya. Namanya Lukman, kami telah kenal dekat tetapi ia selalu
memanggilku dengan ebel-embel pak, membuatku merasa lebih tua saja.
“Hehe..pak
Rio suka dengan mbak Sora, yah?”
Kata-kata
itu membuat aku terperanjat. Lukman ternyata telah berdiri di sampingku sambil
tersenyum-senyum.
“Kamu..bikin
kaget saja, aku sedang membaca data para reporter baru itu. Kamu kan tahu, aku
baru datang dan ini hati pertamaku masuk kantor lagi. Jangan bikin kesimpulan
yang aneh-aneh”, ujarku sedikit khawatir.
Lukman hanya
nyengir, “Yaah..siapa tahu bapak termasuk jajaran pemuja rahasia mbak Sora,
hehe..”
“Apa maksudmu
? termasuk jajaran...apa??”, tanpa sadar aku terpancing.
“Pemuja
rahasia, pak. Secret Admirer..”, ulangnya. Bahasa Inggris dengan logat Jawanya
terdengar menggelikan, “Aku tahu..sudah lima orang yang mengaku begitu. Yang
terang-terangan sih, bisa bapak perhatikan sendiri, hehe..”, ia terkekeh.
Bibirku
mengambil gerakan sinis. “Tidak penting, Man..aku tak tertarik dengan urusan
seperti itu”.
Lukman
akhirnya menganguk-angguk, “Yah..keajaiban mungkin, bisa membuat bapak jatuh
cinta”, ujarnya terdengar putus asa seolah aku adalah robot tanpa hati. Ia
kemudian pamit dan keluar dari ruanganku.
Aku
terhenyak di tempat duduk. Ucapanku tadi, juga tanggapan Lukman, seolah
mengembalikanku ke duniaku sebenarnya. Kembali kepada siapa aku selama ini. Aku
tak ingat kapan terakhir aku jatuh cinta dengan seseorang, juga kapan terakhir
aku mau membuka sedikit ruang untuk itu.
Ekor mataku
menangkap gerakan seseorang berbaju biru yang berjalan di sisi kanan ruanganku.
Jilbab birunya bergerak seiring gerakan langkah kakinya. Kemudian ia berbelok
mengambil jalan di jajaran meja di belakang deretan komputer. Kemudian
menghilang di balik benda elektronik itu. Aku tahu ia duduk disana, akan
menulis.
Hari ini aku
mendapatkan akun facebook wanita itu dengan nama Nyanyian langit. Bukan dengan
nama aslinya, Sora Hadzika. Entah mengapa hatiku terasa membeku. Lebih dingin
dari biasanya. Ia telah bertunangan dengan seseorang di Indonesia, ku buka akun
lelaki itu dan membaca profilnya pelan-pelan. Tak ingin terlewatkan satupun.
Lelaki itu bernama Muhammad Fahri, seorang mahasiswa jurusan akuntansi di
universitas swasta, berasal dari Surabaya. Tak ada yang istimewa dari lelaki
itu, menurutku. Oke, salah satu yang bisa membuat seseorang istimewa di nilai
dari akun Facebooknya adalah; pilihan buku, music, film, kegiatan yang dia
lakukan, tempat ia bekerja atau tulisan-tulisannya. Begitu, kan?? Maka tak
salah jika menurutku lelaki itu biasa-biasa saja, bahkan ia belum bekerja!!
Kemudian aku melanjutkan membaca
quote Sora tentang dirinya, dia hanya menulis singkat, tetapi membuatku
tertegun cukup lama; Aku menitipkan rahasiaku pada langit. Tidak usah mencariku
kemana, karena jika kau mendongak, kau akan menemukanku disana. Sama sepertiku
yang selalu menemukanmu dengan cara yang sama.
*Bersambung :p