Nusantara

Monday, December 30, 2013

Namaku Ambisi

Ketika kau membicarakan gurun
anggap saja aku disana
menemanimu
Mengintip malu di matamu sendiri
Aku bukan oase, asal kau tahu
Aku fatamorgana padang impian

Seperti detak jantungmu
Suaraku menyeruak
Menelikung hatimu begitu saja
Bersama dendang gita yang kau nyanyikan diam-diam
Angin hanya penyampai pesan
Jangan jadikan ia selimut tahta kepala
Musuhmu adalah dirimu sendiri
Karena aku bukan oase, asal kau tahu
Aku fatamorgana padang impian

Jika tiba-tiba kau membenci gurun
Karena angin menerbangkannya satu-satu
Dan waktu menghentakmu kelu
Diam saja.

Bukankah sudah ku katakan?
Kau hanya terlena oleh bara

yang merana
Tak tahu milik siapa

Sunday, November 17, 2013

Ilusi

 
Entah bagaimana lagi aku harus mengutuk malam. Setiap matahari senja yang kuintip di jendela selalu  tenggelam dibalik wohnung itu ketika malam datang, hanya gelap yang ia sisakan. Aku benci menggerutu, bosan mendengar suaraku sendiri yang hanya berisi sumpah serapah. Sebenarnya bukan gelap yang membuatku memisuh, karena gelap bisa menjadi penolongku ketika ia datang. Tetapi malam lah yang patut diumpat, ia menjanjikan ketenangan absurd. Husshh..aku harus diam, bahkan berbicara dalam hatipun tak boleh dilakukan. Dia bisa mendengarku kapan saja.
Klik..
Apa aku bilang, dia mendengar ucapanku! Itu adalah suara pintu yang ia tutup. Dia selalu menutup pintu dengan bunyi klik, dia tak boleh tahu bahwa aku hafal dengan kebiasaannya itu. Bisa bahaya. Kurapatkan selimut yang menutupi tubuh kecilku dan memeluk kakiku sendiri. Walaupun meringkuk dibawah meja belajar ini adalah tempat bersembunyi paling aman,  aku tetap harus hati-hati. Aku bukan bocah bodoh lagi yang menyembulkan kepalanya tiba-tiba untuk mengintip, seperti yang kulakukan kemarin saat bersembunyi di bawah tangga.
Oh tidak, aku tidak boleh ingat kejadian itu! Pisau itu mengerikan! Ada darah menetes-netes di ujungnya. Merah dimana-mana..dan dia melangkahkan kakinya pelan-pelan sambil terus mencariku. Dasar bodoh! Kenapa kemarin aku menyembulkan kepala dan membuat suara berisik?? Kemarin dia menoleh ke arah tangga dan membuatku menggigil sampai terkencing saat melihat mata merah mengerikan miliknya dibalik tudung hitamnya itu. Mata yang siap membunuhku kapan saja. Bodoh! Aku tidak boleh membuatnya menoleh lagi dan melihat mata itu. Apapun yang ku lakukan Jeane tidak boleh menemukanku! Dasar bodoh ! mengapa aku harus menyebut namanya? Ia bisa mendengar! Bodoh..! Bodoooh..!!
Srekk..
Aku terkesiap dan menghentikan gerakan tanganku yang memukuli kepala tanpa sadar. Keringat dinginku menetes, perutku mulas. Selimut yang menutupi seluruh tubuhku terasa makin panas, aku bisa mrasakan keringat mengalir dipunggungku. Apa yang harus ku lakukan? Aku telah berbuat bodoh lagi dengan memukuli kepala karena merasa bodoh. Jeane pasti mendengar dan melihat gerakanku itu. Oh tidak..aku menyebut namanya lagi!
Sekarang aku mendengar suara langkah kaki. Itu kakinya! Aku yakin itu langkah kaki miliknya yang semakin mendekat! Apa yang harus aku lakukan?? Keringatku makin banyak, perutku makin mulas dan aku merasa ingin kencing lagi. Bayangan pisau bersimbah darah itu makin jelas! Apa yang harus aku lakukan??! Aku tidak mau mati!!

Tuesday, August 13, 2013

Tentara Allah


Sejak kecil aku memang gampang bosan dan menyukai perubahan. Bagiku yang masih menginjak 7 tahun, aku sudah mengerti bahwa perubahan adalah nafas hidup. Yang diam memang belum tentu mati, tetapi mereka yang memilih diam saja, tidak bergerak, tidak berfikir, maka ia tak lebih berharga dari pada mayat. Ibuku bilang, kata-kata yang halus selalu diperlukan untuk berbicara, tetapi aku kurang bisa bermetafora. Karena sejatinya begitulah anak kecil, mereka lugu dan jujur. Tidak usah berpuisi untuk menyatakan maksud, karena malu menyampaikan kebenaran adalah perbuatan memalukan itu sendiri.
Oh, tetapi hari ini aku tidak sedang ingin bercerita tentang jujur atau tidak. Aku sedang ingin berbicara tentang kecintaanku pada gerak. Seperti aliran air yang memiliki tujuan pasti, jernih memercik sambil terus berlalu tanpa lupa meninggalkan pesona kesejukan. Juga ombak yang seolah hilang ditelan pantai, tetapi tidak, ia hanya mundur sebentar untuk kemudian datang lagi. Aku juga menyukai suara kepakan burung, atau gerakan awan yang gemar berubah bentuk. Ah, ternyata terkadang aku juga suka bermetafora.
 Aku mencintai gerak dan aku paling suka berlari. Suara hentakan kakiku menginjak tanah, derakan kerikil, desingan angin di telinga, juga degupan jantung yang terdengar kuat ketika aku berhenti. Menakjubkan..! apalagi ketika aku berlari dibawah guyuran hujan. Bisakah kalian bayangkan  betapa indahnya suara-suara yang muncul saat itu? Teriakan ceria teman-temanku di bawah hujan dan tawa mereka yang keras, dengan mulut terbuka lebar dan gigi yang tak rapat. Ditambah suara deras hujan yang berbaur cipratan air bercampur lumpur dibawah hentakan kaki kami. Rasanya tersenyum saja tak cukup.
Aku menyukai hujan. Ketika aku lelah berlari, maka yang kulakukan adalah berdiri merentangkan tangan lebar-lebar, kupejamkan mata dan menengadahkan wajah ke langit, merasakan tiap-tiap tetes air yang menyentuh kulitku. Dingin memasuki tiap pori-poriku, tapi setelah itu aku merasakan kehangatan ditiap aliran darahku, menentramkan hati, dan membuatku selalu bisa tersenyum. Aku merasa menyatu dengan sekitar, seolah aku adalah mereka, aku adalah alam dan semesta.
Tahukah kamu mengapa aku begitu terpesona pada hujan?? Tidak hanya itu, aku juga tak takut. Apa yang perlu ditakutkan dari ribuan titik-titik air yang jatuh beribu kilometer dari langit? Oh bukan, bukan dari langit, tetapi dari awan yang berbaik hati. Mengapa? Karena ia mau mengembalikan lagi air yang dipinjamkan oleh bumi, begitu kakakku bilang.
Tetapi sebenarnya aku tak hanya terpesona pada hujan, seperti yang telah aku ceritakan diawal, aku mencintai gerak. Maka semua yang ada di alam semesta membuatku terkagum. Kalian pasti akan bertanya, “bagaimana dengan batu?? Bukankah dia hanya diam saja?”
Baiklah, aku akan menjawabnya dan menceritakan sebuah rahasia yang tak akan kalian lupa..

Thursday, July 11, 2013

Memori

Melihat nanar pada buram hayal
beralih pekat tinggalkan hilang
meramu tanya dan juga pikat
siapa dia?? tanya lalu bernama ragu
gelora berbenih satu-satu

Ingat meraja dinyata malam
memudar bayang memaksa dera
waktu tidak berpihak,
ia tertawa seringai malaikat
"bukan !" bijak berseru
hanya pilinan emosi menderu biru
menjamu angan
cabiki nalar
pergi saja bersama angin,
sebelum senja hantar kelam

Ternyata pagi diam saja..
tak melirik bulir diam di pipi peri sepi
menjauh, ia mengejar
mendekat, ia asing
"berikan saja pada tanya", ujar bijak
Lalu mengurai bias-bias..

Thursday, June 27, 2013

Fatamorgana

Pasir menengadah camar
Jauh dan acuh
Seperti ombak bertamu pantai
Fatamorgana
Laut bukan milik siapa-siapa
Bahkan pengelana bernama rasa
Begitu juga kau
Pergi pulang suka-suka
Setelah melukis diatas pasir



Wednesday, May 8, 2013

Speaking Japanese :)



Ini pidato singkat aku yang pertama kali dalam bahasa Jepang. Ehh, sebenarnya ga’ bisa disebut pidato,sih..karena isinya terasa sangat “curhat”, Bisa dibilang, ini cuma latihan berbicara bahasa Jepang di depan umum sebagai tim hore-hore (alias ngeramein acara doang :D) haha..:D Selain itu ada beberapa kata yang tidak ditulis dengan kanji (cz aku ga’ tau tulisannya:P)

みなさん、こんにちは、私はの名まえはリダです。インドネシアから着ました。私はアズハル大学の学生です。今日はエジプトのせいかつと日本語のべんきょうをみなさんにおはなししたいとおもいます。
私はエジプトに四年ぐいます。三年前にアズハル大学にはいりました。今、私タハりールにすんでいます。エジプトにはじめて私は多くの問題をもっています。たとえばマクシとトメヤなどのエジプトりょうりが好きではありませんでした。しかしエジプトの飲みものはおいしかったですから、私はすぐに好きになりました。エジプトはふゆがとてもさむいです。インドネシアはあつい国ですから、ちょっとたいへんです。エジプトで雨を少し見ます、一年に二回です。エジプトで雨がふりますから私はうれしいです。私はエジプトのアラビア語が少しわかります、エジプト人ははやくはなしますから。
今、エジプトにすんでいます、うれしいです。毎日大学へ行きます、ちょっとつかれますがたのしいです。今、私はエジプトりょうりが好きです。とくにマクシです、とてもおいしいです。エジプトにきれいでゆめいなところがたくさんあります。
それで、私のゆめは日本へ行くことです。私は日本のものがぜんぶん好きです。日本のマンガと日本のえいがと日本のふくと日本語が好きです。今、日本語をべんきょうしています、私はレベルニにいます。九ヶ月べんきょうしました。いろいろなことがたくさんわかります。友達といつしょに日本語をベンきょうしてはなします。とてもたのしいです。私にいろいろなことを教えて本当にありがとうございました。この九か月間とてもたのしかったです。私はうれしかったです。先生と友達は今でも私のげんどりょくです。この九か月間、本当にありがとうございました。終わりです。みなさん、ありがとうございまsぎた。

Taraaaaa ! That’s my first cuap-cuap in Japanese, and here’s the translation, cekidot :D !!
* walaupun ga penting banget :D -

Saturday, May 4, 2013

Tumbal



Tiba-tiba nemu file ini, cerpen zaman baheula (emang baheula sebenernya siapa sih? :o). Tapi file pertama dari cerpen ini hilang, yang aku temuin cuma lanjutannya..:( Eniwe, cerpen ini berjudul “Tumbal”, pengaruh dari ketertarikanku tentang illuminati saat itu(bukan berarti aku pengikut yah..haha :D) dan juga karena baru saja dengar legenda tentang tumbal gadis-gadis cantik di sungai Nile (Wajarlah..saat itu masih anak baru, banyak informasi sana-sini yang rada hiperbola, dan akibatnya bisa dilihat juga di cerpen ini, khususnya pada penamaan tokoh, haha :P). 




Darah dalam tubuh tua Brone terasa mendidih. Ia berdiri dari posisinya yang berlutut dikaki Dewa Blorenjick dengan tangan terkepal. Wajahnya  menegang dan berwarna merah marah, tidak akan pernah terdetik dihatinya untuk membiarkan anak lelakinya jadi anjing pelayan seperti para kaki tangan itu. Tak akan pernah !
     “Anakku tidak akan pernah jadi malaikat, Tuan..tidak akan. Seperti  putriku yang tidak akan pernah jadi sesembahan untuk Tuhanmu”, kata-katanya dingin
     Dewa Blorenjick mengangkat sebelah alisnya, sedangkan sepuluh lelaki diruangan itu bergerak geram mendengar kata-kata lancang Brone yang benar-benar mengagetkan mereka. Tapi beberapa detik  kemudian tawa keras Dewa Blorenjick menggelegar  diseluruh ruangan. Ia menatap wajah tua Brone dengan bibir menyeringai.
     “Ha…ha…ha…mengharukan sekali, kamu dan istrimu ternyata merelakan diri kalian untuk sebuah pembangkangan yang sia-sia, kamu pasti tahu akibat dari tindakan kalian tentunya..”, Dewa Blorenjick berkata di ujung tawanya, matanya menatap serius kearah Brone yang mencoba berdiri tegar.
“Apa yang kamu harapkan dari melawan kehendak Penguasa langit, Brone??”, tanyanya.
“Aku tidak percaya dengan kepercayaan keparat kalian !!! Tidak ada Tuhan yang meminta nyawa tak bersalah sebagai sesembahan untuknya !! Tuhan yang sebenarnya  tidak seperti itu…Tidak seperti itu !! semua nyawa-nyawa perempuan itu hanya untuk kepentinganmu saja, ..Dasar kau penyihir licik !!!”, Brone berkata dengan keras dan berapi-api, seolah kata-kata itu telah lama mengendap di hatinya dan sekarang meloncat keluar tak tertahankan.
Dewa Blorenjick berdiri dari duduknya dan merentangkan dua tangannya yang diselimuti jubah hitam panjang, ia berseru dengan keras sambil menengadah menatap langit-langit, “Penguasa langit berkata..!!”,teriaknya keras, “Akan ada kerbau-kerbau hina yang  melenguhkan kata-kata pembangkangan untuk Tuhan mereka, apakah mereka pikir darah mereka yang kotor akan sampai kelangit ??? Tidak ! tetapi mengalir ditiap-tiap sungai sebagai pembawa bencana” …Haii…Sang Penguasa Langit !! hari ini aku akan mengalirkan darah kerbau-kerbau yang telah engkau hinakan, akan aku jadikan mereka pelajaran untuk hamba-hambamu yang lain,..dan mayat-mayat mereka tergantung sampai busuk, dengan pandangan-pandangan hina yang tak henti-hentinya…!!!”
Tubuh Brone bergetar hebat,

Wednesday, April 17, 2013

Brother's Corat-coret

Adikku satu-satunya memang hobi banget corat-coret dari kecil. Dulu ia suka membuat kaligrafi, lalu berlanjut kekarikatur dan gambar-gambar lain. Cita-citanya dulu ingin menjadi arsitektur , dan sekarang sedang tertarik dengan desain teknologi..:) Kembangkan terus bakatmu,dek.. !


Sunday, April 14, 2013

Luffiess.. :)

Seperti cinta, ia datang tanpa direncanakan, tanpa disadari kita terikat sendiri. Tidak usah melakukan apa-apa, karena semesta seolah bergerak, menarik kita terjebak, mengikat kita kuat-kuat, sehingga akhirnya kita tidak ingin lepas. Aku beruntung Luf datang saat aku berada dalam masa pencarian jati diri. Peralihan antara bocah kecil menuju remaja :) Sangat beruntung, karena keberuntungan yang tidak bernilai adalah menemukan sahabat. Sahabat seperti mereka :)

                                                       Luffiess

Friday, April 12, 2013

Wanita ( bukan ) basa-basi

Lemah menua  takdir usia
Tertatih rintih perjalanan asa
Ia disana, tetap menatap lekat rapat
Pada matahari angkuh
Pada dingin angin menggigit
pada kerikil debu dekil

Benar saja !
Ia bukan  wanita basa-basi
Seperti sahdu gita yang tak lekang
Selembut hangat senja peluk malam
Sudahi pedih peri
Mendekap derai damai rintik pagi

Friday, April 5, 2013

Mutiara di dalam Pasir



            Aku sudah lama mengenal Adam, anak kecil berumur delapan tahun yang tinggal bersebelahan dengan rumah nenekku di kampung. Setiap setahun dua kali aku dan keluarga berkunjung ke rumah nenek, di hari Lebaran dan liburan sekolah akhir tahun, karena itu aku sering melihat anak kecil periang itu. Adam yang aku kenal adalah anak lelaki bertubuh kurus dan berkulit hitam. Matanya bulat besar sehingga wajahnya semakin terlihat tirus dan kecil. Alis matanya tebal dan senyumnya lebar. Suara Adam juga nyaring, aku sering mendengarnya ketika ia tertawa terbahak-bahak atau ketika ia berjualan keliling kampung.
            Adam sering berjualan apa saja, terkadang ia menjual kue-kue, kemudian menjual ikan, menjual es, menjual sayuran, menjual mainan, menjual sendok dan garpu, menjual buah-buahan, dan jika tak ada yang bisa dijual, ia akan menjual suaranya yang nyaring dan bagus itu, bernyanyi  keliling kampung.
            Karena itu Adam terkenal, semua orang di kampung mengenalnya, anak lelaki yang selalu kelihatan hidup dan penuh semangat. Begitu juga aku dan keluargaku yang hanya sesekali berkunjung ke kampung, jika aku sampai di rumah nenek, maka aku tak akan lupa menanyakan Adam dan ibunya. Bagaimana kabar mereka? Adakah cerita baru tentang Adam? Apakah ia menjadi gemuk? Apakah tawanya semakin keras? dan apakah ia masih sering bernyanyi keliling kampung dengan tabuhan alat musik kayunya?
            Semua tentang Adam menarik perhatianku. Juga sekarang, ketika hari ini hujan lebat mengguyur kampung, anak-anak kecil berlari-lari dibawah hujan dengan hanya memakai celana pendek. Adam ada diantara mereka, berlari-lari sambil tertawa, sesekali ia melompat-lompat diatas air sehingga cipratan-cipratan air membasahinya dan teman-temannya. Mereka kemudian saling mendorong hingga terjatuh diatas lumpur, kemudian tertawa-tawa lagi, dan bekejar-kejaran. Aku ikut tertawa melihat tingkah mereka yang begitu riang dan bebas, apalagi ketika Adam mulai menyanyi dan memasang aksi seolah ia memainkan gitar, tingkahnya benar-benar lucu. Aku sampai betah memperhatikan mereka dari teras rumah nenek yang terlindung dari hujan. Ingin rasanya aku ikut bermain dengan anak-anak kecil itu.
            Awalnya aku tidak setertarik ini dengan Adam, anak kecil yang tinggal dengan ibunya di gubuk bambu mereka itu hanya kuanggap tetangga biasa. Apalagi aku yang jarang datang kerumah nenek, membuat tiap kejadian dalam hidup Adam dan ibunya bagaikan angin lewat saja, tak berarti apa-apa. Tetapi kemudian, dua tahun lalu, di suatu hari ketika matahari sore bersinar hangat, aku melihat Adam sedang duduk diatas dipan bambu, dibawah pohon jambu air yang ada didepan rumahnya. Pohon itu berdaun sangat rindang, angin sore membuat daun-daunnya tertiup bergerak, dimataku daun-daun itu seperti menari mengikuti irama ketukan-ketukan tangan kurus Adam diatas gendang kecil dari kayu.
            Aku memperhatikan tingkah Adam dan ikut menikmati irama musiknya yang lumayan menyenangkan. Semalam tanpa sengaja nenekku bercerita tentang Adam yang yatim, ayahnya meninggal ketika ia masih berumur 4 tahun. Sedangkan ibunya sudah lumayan tua karena menikah diusia yang tak muda. Adam kecil tumbuh dengan rasa prihatin yang tinggi, ia begitu peduli dengan ibunya, karena itu ia tak segan-segan bekerja apa saja untuk membantu meringankan beban orang tuanya. Walaupun begitu, ia tak pernah terlihat sedih, kehidupan dan kerja keras dijalaninya dengan tawa lepas dan polos khas anak-anak. Ia bebas dan bahagia. Begitu aku menilainya.
            Karenanya disore hari itu aku menghampirinya untuk pertama kali. Umur Adam masih 6 tahun saat itu. Ia mengenakan kaos biru kebesaran dan celana pendek hitam. Aku duduk disampingnya dan tersenyum.
“Berlatih, Dam?”, aku memulai obrolan.
Adam menoleh dan nyengir lebar. Ia menghentikan ketukan-ketukan iramanya diatas gendang kayu, “Iya kak, Adam mau nyanyi keliling kampung. Kakak namanya kak Aisyah, ya?”
Aku mengangguk. Umurku dan Adam berbeda 9 tahun. “Mainkan saja lagi, kakak senang mendengarnya”, ujarku. Adam tersenyum dan mulai memainkan alat musiknya lagi, sebuah gendang kecil dari kayu. Kali ini ia tak hanya bermain musik, tetapi juga bernyanyi pelan-pelan. Walaupun pelan aku bisa mendengar kemerduan suaranya.
“Adam tak pernah sedih, ya?”, tiba-tiba aku bertanya. Tetapi kemudian merasa bahwa pertanyaanku terdengar aneh. “Mmm..maksud kakak...”, sambungku bingung untuk menjelaskan.
“Mengapa harus sedih?”, Adam balik bertanya. Seperti dugaanku, pertanyaanku yang asal itu pasti membuat orang lain bingung. Aku tak bisa menjawab pertanyaan Adam.
“Ibu Adam bilang, kita tidak boleh sedih karena sedih itu tandanya tidak bersyukur”, anak kecil umur 6 tahun itu menjelaskan kepadaku dengan gaya polosnya. Aku yang sudah dewasa berumur 15 tahun saat itu, tertarik dengan keluguannya.
“Trus ibu Adam bilang apa lagi?”
Adam terlihat berpikir, kemudian katanya, “Ibu bilang, manusia itu makhluk ciptaan Allah paling istimewa, karena itu Allah sangat sayang dengan manusia, makanya kita tidak boleh sedih”. Aku mengangguk, Adam terlihat berpikir-pikir lagi, matanya yang bulat melihat keatas.
“Ibu juga bilang, setiap yang diciptakan Allah punya keistimewaan dan tujuannya masing-masing. Walaupun ia hanya sebutir pasir”. Kata-kata yang indah, walaupun keluar dari mulut seorang bocah, tetapi terdengar begitu berharga bagiku.
“Kakak tunggu disini, ya..Adam punya sesuatu”, ujarnya tiba-tiba. Aku mengangguk dan melihatnya berlari masuk kedalam rumah gubuknya. Beberapa menit kemudian ia keluar sambil tersenyum lebar, gigi-giginya yang putih terlihat. Ditangannya ada sebuah majalah.
“Kakak lihat ini! Bagus, kan??”, tanyanya sambil menyodorkan majalah itu kepadaku. Aku memperhatikan gambar yang ia tunjuk, sebuah gambar dari bebatuan bumi yang berwarna-warni. Batu-batu itu terlihat bertumpuk dan berkilat, ada warna hitam, kuning, putih, orange dan pink. Ketika aku membaca penjelasan dibawahnya, betapa terkejutnya aku, ternyata itu bukan bebatuan mulia seperi yang aku kira, melainkan pasir yang telah diperbesar sebanyak 110 kali dengan menggunakan mikroskop Edge 3D. Benar-benar menakjubkan!
“Kakak lihat, kan..ternyata pasir yang kecil itu sebenarnya sangat indah, tetapi kita tidak bisa melihat keindahan itu dengan mata kita, harus dengan bantuan alat. Ibu Adam bilang, kalau kita melihat semua yang ada dibumi ini dengan mata saja, itu tidak cukup, kita juga harus menggunakan otak dan hati agar semuanya terlihat indah”.
Aku tercengang mendengar ucapan Adam. Ia sangat cerdas, semua yang diucapkan oleh ibunya ia dengarkan dan pahami baik-baik. Tak hanya itu, ia mampu merealisasikannya dalam setiap gerakan hidupnya. Adam benar-benar anak yang luar biasa. Terjawab sudah rasa penasaranku sejak nenek bilang Adam adalah juara kelas yang sangat pintar. Ternyata benar, anak yatim, miskin dan berkulit hitam ini memang seperti mutiara yang bersinar diatas tumpukan pasir kesulitan yang dihadapinya. Ia adalah mutiara yang cahayanya mampu menyinari dirinya sendiri dan orang lain disekitarnya.
“Karena itu, kak..semua kesulitan di hidup kita juga pasti ada keindahannya, jadi tak ada yang tak bisa disyukuri. Ibu Adam bilang, kesulitan hidup itu seperti pelajaran, saat kita menghadapinya, kita mendapat ilmu baru. Ia seperti mutiara yang ada didalam tumpukan pasir, tugas kita adalah mencarinya”
Aku masih tak mampu berkata-kata lagi, sedikit tak yakin bahwa kata-kata itu keluar dari mulut seorang anak berumur 6 tahun. Adam pasti meniru dengan baik kata-kata ibunya. Tetapi yang paling menakjubkanku adalah sikapnya yang bisa mengambil hikmah mutiara dari tiap kejadian hidup yang ia lewati. Sungguh, aku terpesona dengan anak kecil kurus berkulit hitam ini.
Maka mulai hari itu dan seterusnya, kisah hidup Adam adalah kisah yang selalu aku nanti-nantikan untukku dengar, dan melihat tawanya adalah hiburan paling kurindukan ketika berada di kampung nenekku. Maha suci Allah, aku begitu bersyukur bisa mendapat pelajaran hidup dari anak kecil bernama Adam. Semoga Allah terus menjaganya dan membuatnya tetap kuat dan bahagia seperti saat ini.
           
           


Thursday, February 7, 2013

Nyanyian Langit

 

Ada seseorang yang begitu egois. Yang keegoisannya berhasil menyita hampir seluruh perhatianku yang begitu berharga, bahkan untuk namanya saja. Aku mengenalnya penuh kesan misterius, di sebuah rumah makan yang salah satu ruangannya sengaja di pesan direktur majalah tempatku bekerja. Hari itu memang spesial, karena baru pertama terbit, majalah kami telah menyita perhatian pasar, dalam hitungan hari, puluhan eksemplar telah terjual habis. Bahkan ada beberapa pesanan dan permintaan untuk menjadi pelanggan tetap majalah kami. Membanggakan bukan..?!
Sebenarnya majalah tempatku bekerja bukanlah majalah baru. Buktinya aku sudah setahun bekerja disana. Tahun lalu aku berprovesi sebagai reporter, sekarang aku menjabat sebagai sekertaris redaksi.  Yang baru adalah krunya..para reporter muda yang baru saja bergabung dan memberi warna baru. Baiklah, tak  hanya satu warna yang mereka berikan..tapi luapan ide-ide warna-warni pelangi. Selalu mengalir seiring nama-nama yang mereka sebutkan saat berkenalan denganku. Wajah-wajah cerdas dan lugas, sangat kritis dengan ide-ide logis yang fantastis. Aku merasa ribuan semangat menyengat sel-sel kulitku saat berbincang dengan mereka. Kecuali satu orang !
Namanya saja baru aku dengar malam itu ! saat semua elemen yang berperan di setiap baris kata di majalah kami telah berkumpul dan merayakan kemenangan penerbitan pertama untuk tahun ini. Baiklah, Aku memang tidak menyertai kru-kru baru itu sejak awal pengangkatan mereka, tugasku di luar negri membuatku baru bisa bergabung setelah penerbitan pertama ini selesai. Aku yang mendengar kabar gembira itu langsung menghubungi pimpinan redaksi dan meminta kiriman nama-nama reporter baru tersebut beserta data diri mereka. Aku mengecek nama mereka satu persatu dan mengira-ngira, siapa saja yang telah ku kenal atau mengenalku. Seluruhnya telah mengenalku sejak mereka di angkat seagai reporter tetap di majalah kami. Melalui jejaring facebook, mereka mengenalkan diri dan perbincangan-perbincangan mengalir deras begitu saja. Sehingga, ketika malam hari  itu, saat aku telah bergabung kembali dan akhirnya berkesempatan bertemu secara real dengan mereka, perkenalan kami terasa tak asing. Seperti seorang kakak yang bertemu dengan adiknya sepulang sekolah. Kecuali satu orang!
Dia duduk di sudut, kami memang duduk melingkari meja yang disatukan agar 30 orang bisa duduk bersama disana. Makanan telah terhidang dan tawa-tawa kemenangan terdengar mengimbangi kritikan-kritikan cerdas dari mulut-mulut jurnalis muda itu. Aku mengikuti setiap perbincangan sambil tertawa. Sedikit menyesal, karena tidak  perperan banyak  dalam penerbitan membanggakan itu, kecuali satu kolom tulisanku yang membahas tentang sastra tanah air. Aku hampir saja tak menyadari keberadaannya jika pemimpin redaksi, pak Harry, tak  berbicara.
“Dengarkan..saya ingin memberikan apresiasi tinggi untuk  penulis liputan khusus kita, pasangan Sora dan Donny..!”, ujar pak Harry, pimpinan yang sudah ku anggap sahabat bahkan kakak sendiri.
Tepuk tangan bergemuruh. Celetukan terdengar, “ Ada yang perhatiin ga sih? Sora dan Donny pakai baju dengan warna sama malam ini..!!”
Tawa terdengar barsahutan, Donny, pria berkulit putih yang semakin tampan dengan kaca matanya tergelak. Aku sudah membaca liputan khusus yang dimaksud Harry, tapi kurang memperhatikan penulisnya.
“Tenang saudara-saudara, ini hanya kebetulan..tapi saya ingin sedikit menyampaikan ucapan terima kasih juga untuk Sora..”, Donny  berdiri dan menghadapkan tubuhnya kearah sudut kanan. Aku mengikuti gerak badannya dan melihat wajah asing disana. Wanita berbaju coklat muda dengan jilbab senada.
“Sora, senang bekerja sama dengan anda..”, ujar pemuda berkaca mata itu sambil membungkukkan badan. Tingkahnya yang berlebihan membuat suasana semakin riang. Wanita yang dipanggil Sora tersenyum.
“Sebenarnya saya lebih pantas meminta maaf dari pada dipuji seperti itu..kamu tahu, terlambat datang saat wawancara tidak mencerminkan sifat sejati seorang reporter”, ujarnya.
Ucapannya disambut tawa oleh yang lain. Donny tersenyum lebar dan tampak ingin berbicara lagi. Tapi pak Harry lebih dulu mengambil alih.
“Kalian mungkin belum tahu, karena ini rahasia..”, ia tergelak. “Tulisan Donny dan Sora dibaca oleh Mentri Luar Negeri dan beliau menelponku langsung..”, Ruangan lansung ramai dan semua perlahan menajamkan telinga, aku melihat wajah-wajah antusias di ruangan itu.
“Kalian tahu apa yang beliau katakan?”, pak Harry sengaja mengambil jeda. kemudian lanjutnya setelah ruangan itu benar-benar tak bergerak, “Katanya..kalian sangat berani, lanjutkan berita ini dan jika hasilnya bagus, aku undang  kru majalahmu ke kantor ”
Ruangan seketika hidup oleh tepuk tangan. Aku sampai merasakan desiran darahku sendiri. Donny menerima salam selamat dari kru-kru yang lain. Bahkan Sora, menerima pelukan dari reporter wanita disampingnya.
“Donny..Sora..kalian harus siap melanjutkan tulisan kalian untuk edisi selanjutnya”, Pak Harry melanjutkan. Ini perintah.
“Siap boss..!”, Donny menyahut. Sora lagi-lagi hanya tersenyum.
Aku menyalami pak Harry dan menanyakan alasan kenapa Mentri Luar Negeri bisa begitu tertarik dengan laporan ini. Matanya membulat dan berbisik, “aku kurang yakin, tapi kurasa ada berita yang sebenarnya sensitif dan masih absurd, kurasa pak Mentri punya pendapat pribadi dan ingin meyakinkan pendapatnya itu. Dan itu hanya bisa diketahui kebenarannya jika tulisan ini rampung. Kita lihat saja nanti..”, ia mengedipkan mata.
Aku mengerutkan keningku, kedengaran menarik dan penuh tantangan. “Siapa penulisnya? Donny atau Sora?”.
“Donny”, ujar pak Harry sebelum meminum jusnya. “Tetapi data-datanya ia kumpulkan bersama Sora, dan aku tak tahu data mana yang berhasil mengusik isi kepala Mentri kita itu”
Aku mengangguk-angguk. “Oya,apakah Sora baru masuk setelah yang lain resmi diangkat? Kenapa namanya tak ada di list ?”, tanyaku.
Pak Harry tampak bingung, “Benarkah ? Kurasa semua data telah aku kirimkan. Kamu cek ulang saja, mungkin namanya terlewat oleh matamu”.
Aku mengeluh tak yakin, merasa kinerjaku dipertanyakan. Sebagai sekertaris redaksi aku tak bisa menganggap omongan itu sebagai kalimat asal lewat. Akhirnya aku membuka data di laptopku dan membuka dokumen berisi data-data semua kru. Benar saja, tak ada nama Sora disana. Merasa menang, ku tunjukkan data-data itu kepada pak Harry. Ia memperhatikan dan kemudian tertawa sambil menepuk pundakku.
“Aku yang salah..datanya ternyata tak terkirim, kamu bisa ambil di kantor kapan saja”, ujarnya tanpa mrasa bersalah. Melihat tampangku yang tak puas ia melanjutkan, “Lagipula data sekarang itu sudah tak begitu penting lagi, kamu bisa berkenalan dengan Sora tanpa harus membaca data dirinya dulu, kan?”, lanjutnya sambil nyengir lebar.
Aku hanya tersenyum tak menanggapi, kemudian mataku mengarah ke sudut kanan ruangan. Wanita itu sedang berbincang dengan reporter lain di sebelahnya. Aku yakin, tak lama lagi dia akan  mengenalkan dirinya kepadaku. Harus ku akui, malam ini, sebelum pengumuman tentang keberhasilan tulisannya, kehadiranku juga menyita perhatian karena Pak Harry telah terlebih dahulu menceritakan semua tentangku kepada para reporter baru itu.
Tetapi menjelang akhir acara. Saat satu persatu mulai berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri pak Harry sebagai pemimpin redaksi, aku, para redaktur ahli, pimpinan umum, pimpinan usaha, dan editor untuk berpamitan. Aku merasa kecolongan. Wanita itu sudah raib dari tempat duduknya. Ia telah pergi tanpa berpamitan. Tidak sopan sekali !
Sesampainya di apartemenku, aku langsung shalat isya dan duduk di depan laptop. Tak bisa ku percaya, aku membuka facebook malam-malam di waktu tidur untuk mencari akun seseorang! Menggelikan..tapi toh akhirnya tetap ku cari namanya di daftar teman-teman milik Donny, aku sengaja memilih akunnya karena milik pak Harry akan lebih membingungkan dengan daftar temannya yang begitu banyak.
Tetapi aku tak mendapatkannya. Nama “Sora” memang ada, hanya tak satupun berwajah mirip  dengan wanita berkerudung coklat itu. Karena penasaran, aku membuka laman akun Donny sampai jauh dan memperhatikan semua postingan di dindingnya. Sambil membuka profil orang-orang yang muncul disana. Tak berhasil. Aku akhirnya membuka satu persatu note yang ditulis lelaki itu, bukan untuk membacanya. Melainkan memperhatikan para pemberi komentar.
Akhirnya jam menunjukkan angka 2 dini hari. Aku tergeletak di tempat tidurku setelah merasa begitu bodoh. Kenapa aku tak mencoba sedikit sabar. Bukankah besok aku bisa melihat data pribadi wanita itu di kantor redaksi dengan mudah ??? Sial..!
       Esoknya aku sampai di kantor tepat jam 8 pagi. Aku berulang kali mengatakan kepada diriku sendiri untuk bersabar, tetapi kakiku bergerak lebih cepat. Aku merutuk dalam hati. Dan sekarang, aku telah duduk manis di meja kantor. Ruangan ini baru, sesuai dengan jabatanku yang juga baru. Kemarin meja kerjaku di ruangan depan, berbaur dengan para reporter lain. Tetapi sekarang, ruanganku berada di sebelah ruangan pak Harry. Beliau sedang berjalan bolak-nalik di ruangannya sambil berbicara melalui telepon. Sebuah kebiasan yang tak pernah hilang. Para reporter lain telah datang dan menyapaku ramah, aku hanya tersenyum dan berjalan cepat ke ruanganku. Yah begitulah yang kurasa, berjalan cepat!
            Anehnya, aku hanya termangu-mangu di depan komputer. Merutuki diri karena merasa begitu bodoh. Tapi tak lama, dokumen berisi data-data itu aku buka dan disanalah ! Data diri seseorang yang membuat waktu tidurku berkurang tadi malam.
            Aku membacanya dengan teliti. Tentu saja, teliti adalah tuntutan profesiku. Ketika seorang office boy mengetuk pintu ruangan sambil membawa capucinno hangat.
            “Pak Rio, ini minumannya”
            Aku tersadar dan memberi isyarat agar ia menaruh minuman itu di mejaku, “Terima kasih, Man..”, ujarku padanya. Namanya Lukman, kami telah kenal dekat tetapi ia selalu memanggilku dengan ebel-embel pak, membuatku merasa lebih tua saja.
            “Hehe..pak Rio suka dengan mbak Sora, yah?”
            Kata-kata itu membuat aku terperanjat. Lukman ternyata telah berdiri di sampingku sambil tersenyum-senyum.
            “Kamu..bikin kaget saja, aku sedang membaca data para reporter baru itu. Kamu kan tahu, aku baru datang dan ini hati pertamaku masuk kantor lagi. Jangan bikin kesimpulan yang aneh-aneh”, ujarku sedikit khawatir.
            Lukman hanya nyengir, “Yaah..siapa tahu bapak termasuk jajaran pemuja rahasia mbak Sora, hehe..”
            “Apa maksudmu ? termasuk jajaran...apa??”, tanpa sadar aku terpancing.
            “Pemuja rahasia, pak. Secret Admirer..”, ulangnya. Bahasa Inggris dengan logat Jawanya terdengar menggelikan, “Aku tahu..sudah lima orang yang mengaku begitu. Yang terang-terangan sih, bisa bapak perhatikan sendiri, hehe..”, ia terkekeh.
            Bibirku mengambil gerakan sinis. “Tidak penting, Man..aku tak tertarik dengan urusan seperti itu”.
            Lukman akhirnya menganguk-angguk, “Yah..keajaiban mungkin, bisa membuat bapak jatuh cinta”, ujarnya terdengar putus asa seolah aku adalah robot tanpa hati. Ia kemudian pamit dan keluar dari ruanganku.
            Aku terhenyak di tempat duduk. Ucapanku tadi, juga tanggapan Lukman, seolah mengembalikanku ke duniaku sebenarnya. Kembali kepada siapa aku selama ini. Aku tak ingat kapan terakhir aku jatuh cinta dengan seseorang, juga kapan terakhir aku mau membuka sedikit ruang untuk itu.
            Ekor mataku menangkap gerakan seseorang berbaju biru yang berjalan di sisi kanan ruanganku. Jilbab birunya bergerak seiring gerakan langkah kakinya. Kemudian ia berbelok mengambil jalan di jajaran meja di belakang deretan komputer. Kemudian menghilang di balik benda elektronik itu. Aku tahu ia duduk disana, akan menulis.
            Hari ini aku mendapatkan akun facebook wanita itu dengan nama Nyanyian langit. Bukan dengan nama aslinya, Sora Hadzika. Entah mengapa hatiku terasa membeku. Lebih dingin dari biasanya. Ia telah bertunangan dengan seseorang di Indonesia, ku buka akun lelaki itu dan membaca profilnya pelan-pelan. Tak ingin terlewatkan satupun. Lelaki itu bernama Muhammad Fahri, seorang mahasiswa jurusan akuntansi di universitas swasta, berasal dari Surabaya. Tak ada yang istimewa dari lelaki itu, menurutku. Oke, salah satu yang bisa membuat seseorang istimewa di nilai dari akun Facebooknya adalah; pilihan buku, music, film, kegiatan yang dia lakukan, tempat ia bekerja atau tulisan-tulisannya. Begitu, kan?? Maka tak salah jika menurutku lelaki itu biasa-biasa saja, bahkan ia belum bekerja!!
Kemudian aku melanjutkan membaca quote Sora tentang dirinya, dia hanya menulis singkat, tetapi membuatku tertegun cukup lama; Aku menitipkan rahasiaku pada langit. Tidak usah mencariku kemana, karena jika kau mendongak, kau akan menemukanku disana. Sama sepertiku yang selalu menemukanmu dengan cara yang sama.

  
*Bersambung :p